Upgrade to Pro — share decks privately, control downloads, hide ads and more …

GEOLOGI DAN STUDI HIDROGEOLOGI DAERAH CIKALONG ...

GEOLOGI DAN STUDI HIDROGEOLOGI DAERAH CIKALONG WETAN, KABUPATEN BANDUNG BARAT

GEOLOGI DAN STUDI HIDROGEOLOGI DAERAH CIKALONG WETAN,
KABUPATEN BANDUNG BARAT

PENULIS: ALFIAN SAFFANI ADAM 12018034

DOSEN PEMBIMBING :
Dr. DASAPTA ERWIN IRAWAN, S.T, M.T

Dasapta Erwin Irawan

July 11, 2022
Tweet

More Decks by Dasapta Erwin Irawan

Other Decks in Science

Transcript

  1. GEOLOGI DAN STUDI HIDROGEOLOGI DAERAH CIKALONG WETAN, KABUPATEN BANDUNG BARAT

    ALFIAN SAFFANI ADAM 12018034 DOSEN PEMBIMBING : Dr. DASAPTA ERWIN IRAWAN, S.T, M.T
  2. Kerangka Presentasi Pendahuluan 01 Geologi dan Hidrogeologi Regional 02 Geologi

    Daerah Penelitian 03 Studi Hidrogeologi 04 Sintesis Geologi 05 Kesimpulan 06
  3. Latar Belakang • Ketergantungan masyarakat akan kebutuhan airtanah yang bersumber

    dari mata air dan sumur untuk keperluan sehari-hari (BPS Bandung Barat, 2019) • Proyek terowongan kereta cepat yang berpotensi memengaruhi kondisi muka airtanah daerah Cikalong Wetan • Adanya peternakan sapi yang berpotensi mencemari kualitas airtanah Peternakan sapi Desa Cikalong, Cikalong Wetan Proyek KCIC di Desa Rende, Cikalong Wetan
  4. Tujuan 1. Mengidentifikasi kondisi tatanan geologi daerah penelitian yang meliputi

    persebaran batuan, geomorfologi, stratigrafi, struktur geologi, dan sintesis geologi di daerah penelitian. 2. Mengidentifikasi kondisi hidrogeologi daerah penelitian yang meliputi sistem akuifer, tipe mata air, satuan akuifer, pola aliran airtanah, elevasi muka airtanah, relasi hidrodinamika antara air sungai dengan airtanah, fasies hidrokimia airtanah, dan proses kimia airtanah. 3. Mengidentifikasi kualitas airtanah berdasarkan parameter fisik airtanah, kualitas airtanah untuk irigasi pertanian berdasarkan parameter kimia airtanah, serta kualitas airtanah dan air sungai di sekitar area peternakan sapi berdasarkan parameter TDS.
  5. Lokasi Penelitian • Koordinat UTM ± 9252700-9257400 mN dan ±

    763400-769000 mE Zona 48S • Daerah Penelitian mencapai luas 5,6 km x 4,7 km = 26,3 km2 • Elevasi 336 – 688 mdpl • Desa Rendeh – Desa Cikalong – Desa Kanangasari – Desa Ciharashas, Kecamatan Cikalong Wetan, Kabupaten Bandung. • Desa Ciharashas – Desa Puteran, Kecamatan Cipendeuy, Kabupaten Bandung.
  6. Tabulasi Data No Data Sumber Data Jenis Data Jumlah 1

    Singkapan Litologi Lapangan Primer 70 Kedudukan Lapisan Lapangan Primer 17 Observasi Struktur Lapangan Primer 12 Sayatan tipis Lapangan Primer 4 2 Geomorfologi Citra Satelit Badan Informasi Geospasial Sekunder 1 Shapefile Sungai Sekunder 1 Observasi Geomorfologi Lapangan Primer 8 3 Titik Pengamatan Sumur Gali Kedalaman Sumur Lapangan Primer 3 pH Lapangan Primer 3 TDS Lapangan Primer 3 DHL Lapangan Primer 3 Suhu Lapangan Primer 3 4 Titik Pengamatan Mata Air Elevasi Mata Air Lapangan Primer 21 pH Lapangan Primer 21 TDS Lapangan Primer 21 DHL Lapangan Primer 21 Suhu Lapangan Primer 21 5 Kimia Airtanah Ion Mayor Laboratorium Primer 4
  7. Fisiografi Regional Secara Fisiografi, daerah penelitian termasuk ke dalam Zona

    Depresi Tengah Jawa Barat (Van Bemmelen, 1949) Daerah Penelitian
  8. Geomorfologi Daerah Penelitian Titik Pengamatan Satuan Lembah Denudasional Cisaukeun Menempati

    sekitar 49 % daerah penelitian. Berada pada elevasi 336-450 mdpl. Memiliki kemiringan lereng 7-15%. Morfologi pada daerah ini didominasi lembah. Pola aliran sungai pada satuan ini adalah paralel dengan lembah sungai V. Litologi didominasi oleh aliran lava andesit, batupasir, dan batulempung
  9. Titik Pengamatan Satuan Perbukitan Piroklastik Pasir Angsana Geomorfologi Daerah Penelitian

    Menempati sekitar 27 % daerah penelitian. Berada pada elevasi 475-688 mdpl. Memiliki kemiringan lereng 7-70%. Morfologi pada daerah ini didominasi perbukitan dengan litologi tuf. Pola aliran sungai pada satuan ini adalah radial dan parallel dengan lembah sungai V.
  10. Titik Pengamatan Satuan Punggungan Aliran Lava Cileuleuy Geomorfologi Daerah Penelitian

    Satuan ini menempati sekitar 24 % daerah penelitian, Berada pada elevasi 350-640 mdpl. Memiliki kemiringan lereng 15-70%. Morfologi pada daerah ini didominasi penggungan dengan litologi aliran lava andesit. Pola aliran sungai pada satuan ini adalah rektangular dengan lembah sungai U.
  11. Tahapan Geomorfologi Berdasarkan Davis (1889) dalam Huggett (2011), pada daerah

    penelitian tahapan yang telah terjadi termasuk ke dalam tahapan muda-dewasa. Tahapan Geomorfologi Muda Di daerah penelitian ditandai oleh adanya lembah sungai berbentuk V, terdapat air terjun, dan tidak dijumpai dataran banjir
  12. Tahapan Geomorfologi Tahapan Geomorfologi Dewasa Di daerah penelitian ditandai oleh

    adanya lembah sungai berbentuk U, sungai berkelok, dan lebar sabuk sungai berkelok lebih lebar dibanding lembah sungai Sungai berkelok Lembah sungai berbentuk U
  13. Stratigrafi 1. Satuan Batupasir Secara megaskopis, batupasir berwarna abu-abu terang,

    kondisi segar, ukuran butir pasir halus (0,125-0,25 mm), pemilahan baik, kemas terbuka, porositas baik, terdapat struktur sedimen graded bedding.
  14. Stratigrafi 1. Satuan Batupasir Berdasarkan analisis sayatan tipis, batupasir ini

    diklasifikasikan sebagai greywacke (Pettijohn et al, 1987), besar butir berukuran sangat halus (0,06 mm - 0,125 mm), kemas terbuka, pemilahan buruk, bentuk butir menyudut tanggung, fragmen berupa kuarsa (C3) (55%) dan mineral opak (C6) (25%) dalam matriks (B8) (20%) berwarna cokelat.
  15. Stratigrafi 2. Satuan Batulempung Secara megaskopis, batulempung berwarna abu-abu gelap

    hingga kecokelatan dalam kondisi segar, butiran berukuran lempung (< 0,004 mm), menyerpih, porositas buruk, karbonatan, scaly clay
  16. Stratigrafi 2. Satuan Batulempung Berdasarkan analisis sayatan tipis, batuan diklasifikasikan

    sebagai mudrock (Pettijohn et al, 1987), besar butir berukuran lempung hingga lanau (< 0,004 mm - 0,0625 mm), kemas terbuka, pemilahan buruk, bentuk butir menyudut tanggung, fragmen (30%) terdiri dari kuarsa (F5) (15%), plagioklas (E7) (10%), dan mineral opak (E9) (5%), dalam matriks (I9) (70%) berwarna cokelat.
  17. Stratigrafi 3. Satuan Lava Andesit Secara megaskopis, andesit berwarna abu-abu

    terang, kondisi segar hingga lapuk, bertekstur afanitik, terdapat struktur autobreksia dan kekar berlembar
  18. Stratigrafi 3. Satuan Lava Andesit Berdasarkan analisis sayatan tipis pada

    Satuan Lava Andesit, terdapat litologi yang diklasifikasikan sebagai Andesit (Travis, 1955), tekstur porfiritik, hipokristalin, hipidiomorfik, tersusun atas fenokris (70%) berupa mineral plagioklas (C2) (60%), piroksen (H7) (25%) dan mineral opak (I3) (15%) dalam massa dasar yang tersebar merata (30%) tersusun atas mikrolit plagioklas (A5) (85%) dan gelas (C5) (15%).
  19. Stratigrafi 4. Satuan Tuf Secara megaskopis, tuf berwarna cokelat terang,

    kondisi segar, ukuran butir debu (< 2 mm), friable- loose, terdapat urat kuarsa setempat (a) Singkapan tuff, (b) sampel batuan tuf, dan (c) kontak batulempung dengan tuf
  20. Stratigrafi 4. Satuan Tuf Berdasarkan analisis sayatan tipis, litologi ini

    merupakan Tuf Kristal (Pettijohn,1975), ukuran butir debu (< 2 mm), pemilahan sedang-buruk, kemas terbuka, fragmen berupa plagioklas (C9) (70%), butiran gelas vulkanik (D6) (10%), dan piroksen (F7) (5%) dalam matriks gelas vulkanik dan mineral opak (F9) (15%)
  21. Tipologi Sistem Akuifer Tipologi sistem akuifer gunungapi (S. Mandel, 1981)

    Tipologi sistem akuifer sedimen terlipat (S. Mandel, 1981)
  22. Relasi Airtanah dengan Sungai Berdasarkan pengamatan dan pengambilan data di

    lapangan, hubungan sungai dengan akuifer di Daerah Cikalong Wetan didominasi oleh tipe sungai efluent, dimana muka air tanah lebih tinggi dibandingkan muka air sungai sehingga sungai mendapat pasokan air dari airtanah.
  23. Tabulasi Data Primer Parameter Kualitas Airtanah Stasiun Koordinat (UTM) Cuaca

    Elevasi (mdpl) pH TDS (ppm) DHL (μS/cm) Suhu (Celsius) Debit (L/jam) Keterangan X Y A-1 765937 9257279 cerah 508 6,42 53 106 28 257 Mata air A-2 766227 9256522 cerah 490 7,56 39 81 27 300 Mata air A-3 763942 9256337 cerah 392 5,57 26 52 28 300 Mata air A-4 764213 9255778 cerah 418 5,97 46 93 28 360 Mata air A-5 764925 9255835 cerah berawan 445 5,57 27 54 28 225 Mata air A-6 765028 9255858 cerah berawan 451 6,54 48 97 28 200 Mata air A-7 765339 9255936 cerah berawan 468 6,97 33 68 29 257 Mata air A-8 765554 9256009 cerah berawan 482 5,32 28 55,8 28 300 Mata air A-9 765188 9254635 cerah berawan 438 5,18 39 79 28 163 Mata air A-10 765234 9253874 cerah berawan 437 5,64 55 109 29 450 Mata air A-11 765778 9253802 gerimis 448 6,11 55 110 28 360 Mata air A-12 765823 9253706 berawan 450 6,71 115 230 28 360 Mata air A-13 766192 9254753 cerah 471 6,18 41 81,5 28 300 Mata air A-14 766524 9253941 cerah 471 6,15 45 92 29 180 Mata air A-15 767364 9253496 cerah 518 6,36 44 90 30 200 Mata air A-16 768097 9253704 cerah 589 6,56 94 192 29 360 Mata air A-17 768236 9253623 cerah 596 7,35 143 284 30 300 Mata air A-18 767463 9254857 cerah 579 7,82 51 103 31 200 Mata air A-19 767325 9254710 cerah 545 6,54 77 157 30 300 Mata air A-20 767389 9254532 cerah 576 6,67 61 113 28 600 Mata air A-21 766875 9254931 cerah 510 7,66 73 141 30 450 Mata air A-22 767976 9254489 berawan 630 6,28 53 103 29 - Sumur A-23 766823 9253760 berawan 487 5,92 28 57 29 - Sumur A-24 767149 9253811 berawan 532 - - - - - Sumur bor
  24. Muka Airtanah Sekitar Terowongan Ilustrasi penurunan muka airtanah akibat penurunan

    tekanan air selama pembuatan terowongan (Yoo, 2016) Penurunan muka air tanah terjadi akibat dari penurunan tekanan air di bawah permukaan tanah yang dapat merusak struktur bangunan terowongan (Yoo, 2016). Dengan adanya proyek terowongan pada daerah penelitian, kondisi muka airtanah di sekitar area terowongan mengalami penurunan. Data kedalaman muka airtanah didapatkan dari kedalaman sumur air di dekat lokasi terowongan.
  25. Kualitas Airtanah Sekitar Area Peternakan Sapi Area peternakan sapi yang

    dikelola oleh PT. Citra Brahmana Perkasa terletak di Desa Cikalong, Kecamatan Cikalong Wetan. Area peternakan berada di sebelah timur daerah penelitian dengan luas area sekitar 3,7 ha. Peternakan ini membudidayakan sekitar 300 ekor sapi potong. Pada penelitian kali ini, parameter yang digunakan untuk menentukan kualitas air sungai dan airtanah di sekitar area peternakan sapi yaitu nilai total zat terlarut (TDS). Menurut Hidayatullah (2005), kandungan TDS pada limbah peternakan sapi memiliki kisaran 1600 – 1800 mg/L. Untuk nilai TDS pada aliran Sungai Cisaukeun serta airtanah di sekitar area peternakan sapi berkisar 45 – 73 mg/L. Lokasi peternakan sapi PT. Citra Brahmana Perkasa
  26. Kualitas Airtanah untuk Irigasi Pertanian Analisis ini menggunakan lima metode,

    diantaranya : 1. Analisis Konsentrasi Sodium 2. Analisis Residual Sodium Carbonate (RSC) 3. Analisis Sodium Adsorption Ratio (SAR) 4. Analisis dengan Diagram Wilcox 5. Analisis dengan Diagram US Salinity (USSL)
  27. Kualitas Airtanah untuk Irigasi Pertanian 1. Konsentrasi Sodium Sampel %Na

    Kelas Air A-8 62,47 Doubtful A-13 22,84 Good A-16 23,84 Good A-20 29,84 Good Hasil analisis dapat dilihat di tabel berikut. Rumus perhitungan konsentrasi Sodium (Wilcox, 1955) Klasifikasi Konsentrasi Sodium untuk Kesesuaian Irigasi (Wilcox, 1955 )
  28. Kualitas Airtanah untuk Irigasi Pertanian 2. Analisis Residual Sodium Carbonate

    (RSC) Rumus Perhitungan RSC satuan meq/L (Eaton, 1950) Kesesuaian Air untuk Irigasi menggunakan RSC (Eaton, 1950) Hasil analisis dapat dilihat di tabel berikut. Sampel RSC Keterangan A-8 -0,161 Excellent A-13 0,260 Excellent A-16 0,865 Excellent A-20 0,165 Excellent
  29. Kualitas Airtanah untuk Irigasi Pertanian 3. Analisis Sodium Adsorption Ratio

    (SAR) Sampel SAR Keterangan A-8 1,79 Excellent A-13 1,05 Excellent A-16 1,58 Excellent A-20 1,24 Excellent Hasil analisis dapat dilihat di tabel berikut. Rumus Perhitungan SAR (Todd, 2005) Klasifikasi Sodium Adsorption Ration (Turgeon, 2000)
  30. Kualitas Airtanah untuk Irigasi Pertanian 4. Analisis dengan Diagram Wilcox

    Diagram Klasifikasi Kesesuaian Air Irigasi Wilcox (Wilcox, 1955)
  31. Kualitas Airtanah untuk Irigasi Pertanian 5. Analisis dengan Diagram US

    Salinity (USSL) Diagram Klasifikasi Kesesuaian Air Irigasi USSL (Wilcox, 1955)
  32. Sintesis Geologi Sejarah Geologi daerah penelitian dimulai dengan diendapkannya Satuan

    Batupasir pada Kala Miosen Tengah dengan mekanisme pengendapan arus turbidit di zona upper bathyal (Alfeus, 2011). Pada Kala Miosen Akhir, secara selaras diendapkan Satuan Batulempung dengan mekanisme pengendapan arus turbidit di zona upper bathyal (Alfeus, 2011). Menurut Martodjojo (1984), pada Kala Pliosen-Plistosen terjadi aktivitas tektonik secara regional yang menyebabkan terjadinya pengangkatan, pengangkatan tersebut menjadikan Satuan Batupasir dan Satuan Batulempung tersingkap baik di bagian tengah daerah penelitian. Aktivitas tektonik yang terjadi pada Satuan Batupasir dan Satuan Batulempung berupa Sesar Menganan Normal Pada Kala Pleistosen, daerah penelitian yang telah menjadi daratan secara tidak selaras diendapkan Satuan Lava Andesit. Setelah satuan ini terbentuk, satuan ini mengalami deformasi berupa Sesar Mengiri Normal. Kemudian secara selaras di atas Satuan Lava Andesit dan Satuan Batulempung, terendapkan Satuan Tuf di daerah penelitian. Satuan Tuf ini merupakan produk vulkanisme Gunungapi Prasunda. Setelah Satuan Tuf terendapkan, satuan ini mengalami deformasi berupa Sesar Mendatar Menganan.
  33. Sintesis Geologi Gaya-gaya eksogen yang berkembang saat ini di daerah

    penelitian merupakan pelapukan secara vertikal dan longsoran- longsoran yang banyak terjadi di utara dan timur daerah peneltian. Munculnya beberapa mata air diakibatkan adanya rekahan pada Satuan Akuifer Andesit dan adanya depresi pada Satuan Batulempung-Batupasir dan Satuan Akuifer Tuf. Rekahan tersebut diakibatkan oleh adanya struktur geologi, pelapukan, dan struktur batuan beku. Beberapa sampel airtanah menunjukkan proses kimia airtanah merupakan hasil reaksi dengan air permukaan sehingga akuifer di daerah penelitian merupakan akuifer dangkal. Oleh karena itu, kualitas airtanah ini bergantung dengan kondisi di permukaan yang berpotensi mencemari airtanah.
  34. Kesimpulan 1 • Daerah penelitian dibagi menjadi tiga satuan geomorfologi,

    yaitu Punggungan Aliran Lava Cileuleuy, Satuan Perbukitan Piroklastik Pasir Angsana, dan Satuan Lembah Denudasional Cisaukeun • Secara stratigrafi, daerah penelitian dibagi menjadi empat satuan batuan tidak resmi dengan urutan dari tua ke muda diantaranya Satuan Batupasir, Satuan Batulempung, Satuan Lava Andesit, Satuan Tuf. • Struktur daerah penelitian terdiri dari Sesar Turun Menganan Pasir Angsana, Sesar Mendatar Menganan Cigeblig, Sesar Menganan Normal Cisaukeun, dan Sesar Mengiri Normal Rende.
  35. Kesimpulan 2 • Tipologi akuifer terdiri dari tipologi endapan gunungapi

    dan tipologi sistem akuifer sedimen terlipat. Jenis akuifer pada daerah penelitian adalah akuifer bebas. Tipe mata air yang ditemukan di daerah penelitian merupakan tipe mata air rekahan dan depresi. Terdapat 3 satuan akuifer yaitu Akuifer Batupasir – Batulempung (MAT : 510-560 mdpl), Akuifer Andesit (MAT : 395-535 mdpl), dan Akuifer Tuf (MAT : 540-595 mdpl). Relasi hidrodinamika antara aliran air pada akuifer dan sungai adalah dominan effluent. • Fasies hidrokimia airtanah (Diagram Stiff, 1951) daerah penelitian terbagi menjadi Sampel A-8 (Akuifer Andesit) termasuk ke dalam fasies magnesium klorida (MgCl2 ). Sampel A-13 (Akuifer Andesit) dan A-20 (Akuifer Tuf) termasuk ke dalam fasies magnesium bikarbonat (Mg2+(HCO3 -)2 ). Sampel A-16 (Akuifer Batulempung-Batupasir) termasuk ke dalam fasies kalsium bikarbonat (Ca2+(HCO3 -)2 )
  36. Kesimpulan 2 • Faktor dominan yang mengontrol proses kimia airtanah

    (Diagram Chaddha, 1999), sampel air A-13, A-16, dan A-20 menunjukkan proses geokimia utamanya adalah reaksi dengan air permukaan. Sedangkan pada sampel A-8, proses geokimia airtanah dipengaruhi oleh reaksi pertukaran ion terbalik. • Kedalaman muka airtanah pada akuifer bebas cenderung memiliki elevasi yang dangkal dan lebih dalam pada daerah dengan elevasi muka tanah tinggi. Dengan adanya proyek terowongan pada bagian timur daerah penelitian, kondisi muka airtanah di sekitar area terowongan mengalami penurunan.
  37. Kesimpulan 3 • Berdasarkan parameter fisik seperti pH, TDS, suhu,

    dan DHL, daerah yang tidak memenuhi baku mutu air minum berada di bagian barat daerah penelitian dengan pH < 6,5. Untuk daerah yang memenuhi standar baku mutu air minum berada di bagian timur daerah penelitian. Namun, kualitas airtanah menggunakan parameter fisik belum sepenuhnya layak untuk dikonsumsi karena diperlukan analisis lanjutan menggunakan parameter biologi. • Berdasarkan analisis Na%, SAR, RSC, diagram Wilcox, dan diagram USSL, keempat sampel mata air menghasilkan kualitas airtanah yang baik untuk keperluan irigasi. • Dan terkait adanya peternakan sapi, kondisi kualitas airtanah dan air sungai di sekitar lokasi masih dalam baku mutu air minum.
  38. Referensi Aqrawi, O. S. dan Al-Mallah, A. Y. (2021). Hydrogeochemical

    Assessment of Selected Springs Water in Aqra Area, Duhok Governorate, Northern Iraq. Iraqi Geological Journal Vol. 54, No. 2E, pp. 134-149. Bemmelen, R.W.van. (1949). The Geology of Indonesia. The Hague: Government printing Office. Brahmantyo, B. dan Bandono. (2006): Klasifikasi bentuk muka bumi (landform) untuk pemetaan geomorfologi pada skala 1:25.000 dan aplikasinya untuk penataan ruang. Jurnal Geoaplika Vol. 1, No. 2, pp. 71–78. BPS Jawa Barat. 2019. Persentase Rumah Tangga Menurut Sumber Air Minum (%), 2019. Diakses dari https://jabar.bps.go.id/ Chadha, D. K. (1999). A proposed new diagram for geochemical classification of natural waters and interpretation of chemical data. Hydrogeology Journal, 7(5), 431–439 Chin, W. W. (1998). The Partial Least Squares Aproach to Structural Equation Modeling. Modern Methods for Business Research, 295, 336 Davis, S.N. and De Wiest, R.J.M. (1966) Hydrogeology. Vol. 463. Wiley, New York. Eaton, F. M., 1950. Significance of carbonates in irrigation waters. Soil science, 69(2), 123-134 El.jabar.com. (2020). Peternakan Sapi 3,7 Hektar Ganggu Kenyamanan Warga. https://eljabar.com/ Fetter, C.W. (2014). Applied hydrogeology fourth edition. USA: Prentice-Hall Inc. Fisher, R.S., dan Mullican, I.W.F. (1997). Hydrochemical evolution of sodium sulfate and sodium-chloride groundwater beneath the Northern Chihuahuan Desert, Trans-Pecos, Texas, USA. Hydrogeology Journal, 5(2), 4–16 Gibbs, R. (1970). Mechanism Controlling World River Water Chemistry. Science, Vol. 170, No. 3962, pp. 1088-1090. American Association for the Advancement of Science Hem, J.D. (1991). Study and interpretation of the chemical characteristics of natural waters (third edition). Jodphur: Scientific Publishers. Hidayat, A., Suprayogi, S., dan Cahyadi, A. (2016). Analisis Kesesuaian Kualitas air untuk Irigasi pada Beberapa Mataair di Kawasan Karst Sistem Goa Pindul. Yogyakarta : Badan Penerbit Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada Hidayatullah dkk. (2005). Pengelolaan Limbah Cair Usaha Peternakan Sapi Perah melalui Penerapan Konsep Produksi Bersih. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol. 8, No.1, pp. 124-136 Hounslow, A.W. (1995). Water quality data analysis and interpretation. Florida: CRC Press.
  39. Referensi Huggett, R. J. (2011). Fundamentals of geomorphology third editon.

    USA : Routledge. Kaban, A. E. (2011). Geologi Daerah Rendeh Dan Sekitarnya Kabupaten Bandung Barat-Jawa Barat. Institut Teknologi Bandung : Bandung Kartadinata, M.N. (2009). Tephrochronological Study on Eruptive History Old Sunda-Tangkuban Perahu Volcanic Complex, West Java, Indonesia. Jurnal Gunungapi dan Mitigasi Bencana Geologi Vol. 1, No.1 Kruseman, G.P. (1994). Analysis & evaluation of pumping test data. Wegeningen, The Netherlands: Publication 47 Larasati, N. H. (2020). Pengertian Suhu dan Kalor Menurut Ahli. Diakses dari https://www.diadona.id/ Mandel, S. (1981). Groundwater resources: investigation and development. Hebrew University of Jerusalem, Israel: Groundwater Research Center. Martodjojo, S., 1984. Evolusi Cekungan Bogor. Institute Technology Bandung, Bandung: Unpublished Doctoral Thesis. Pasaribu, M., Mudiana W., dan Sunarya Y. (1998). Peta hidrogeologi Indonesia, lembar Cianjur 1209-2 skala 1:100.000. Bandung: Direktorat Geologi Tata Lingkungan. Peraturan Menterti Kesehatan No. 492/MENKES/PER/VI/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. (2010). Jakarta: Lembaga Negara Republik Indonesia. Peraturan Menterti Kesehatan No. 416/MENKES/PER/IX/1990 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. (1990). Jakarta: Lembaga Negara Republik Indonesia. Pettijohn, F.J. (1975). Sedimentary rocks, third edition. New York: Harper and Row. Piper, A.M., 1944. A graphic procedure in the geochemical interpretation of water analyses, Transition, American Geophysical union, 25, 914 – 923 Poehls, dan Smith. (2009). Encyclopedic Dictionary of Hydrogeology. USA. Elseiver. Puradimaja, D.J., Hutasoit, L.M., Lubis, F., dan Irawan, D.E. (2008). Modul praktikum hidrogeologi umum. Bandung: Program Studi Teknik Geologi ITB.
  40. Referensi Prayogi, T.E., dkk. (2016). Penilaian kualitas air tanah pada

    akuifer tidak tertekan untuk keperluan air minum di wilayah utara Cekungan Air Tanah Jakarta. Jakarta : Balai Konservasi Air Tanah. Sadashivaiah, C., Ramakrishnaiah, C. R., dan Ranganna, G. (2008). Hydrochemical Analysis and Evaluation of Groundwater Quality in Tumkur Taluk, Karnataka State, India. International Journal of Environmental Research and Public Health, Vol 5, No. 3, pp 158-164. Sejati, S. P. (2019). Perbandingan Akurasi Metode idw dan Kriging dalam Pemetaan Muka Air Tanah. Majalah Geografi Indonesia Vol. 33, No.2, pp. 49-57. Subandriyo, B. (2020). Analisis Korelasi dan Regresi. Badan Pusat Statistik: Diklat Statistisi Tingkat Ahli BPS Angkatan XXI. Sudjatmiko. (1972). Peta geologi lembar Cianjur skala 1:100.000. Bandung: Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi. Thornbury. 1970. Principle of Geomorphology. New York : John Willey and Sons, Inc,. Todd, D.K. dan Larry, W. M. (2005). Ground Water Hydrology Third Edition. New york: John Wiley & Sons, Inc. Travis, R. B. 1955. Classification of Rocks. Colorado School of Mines. Turgeon, A. (2000). Irrigation Water Quality. The Pennsylvania State University, USA. Verstappen, H. (1983). Applied Geomorphology: Geomorphological Surveys for Environmental Development. New York : El sevier. Vessels, R.K. dan Davies, D.K., 1981. Non Marine Sedimentation in an Active Fire Arc Basin, in F.G. Etridge & R.M. Flores (Eds.), Recent and Ancient Non Marine Depositional Environments : Models for Exploration. Society of Economic Paleontology, Special Publication, no. 31. Walker, R. G. dan James, N. P., (1992). Facies Models Response to Sea Level Change. Geological Association of Canada. Wilcox, L.V. (1995). Classification and use of irrigation water. Washington: USDA. Yoo, C. (2016). Ground settlement during tunneling in groundwater drawdown environment – Influencing factors. Underground Space Journal, Volume 1, Issue 1, Pp. 20-29 Younger, P.L. (2007). Groundwater in the environment: an introduction. Blackwell: London. Zuidam, R.V. (1985). Guide to geomorphic aerial photographic interpretation and mapping. The Hague, The Netherlands: Institute for Aerospace Survey and Earth Science