Upgrade to Pro — share decks privately, control downloads, hide ads and more …

GEOLOGI DAN STUDI HIDROGEOLOGI DAERAH CIKALONG WETAN, KABUPATEN BANDUNG BARAT

GEOLOGI DAN STUDI HIDROGEOLOGI DAERAH CIKALONG WETAN, KABUPATEN BANDUNG BARAT

GEOLOGI DAN STUDI HIDROGEOLOGI DAERAH CIKALONG WETAN,
KABUPATEN BANDUNG BARAT

PENULIS: ALFIAN SAFFANI ADAM 12018034

DOSEN PEMBIMBING :
Dr. DASAPTA ERWIN IRAWAN, S.T, M.T

Dasapta Erwin Irawan

July 11, 2022
Tweet

More Decks by Dasapta Erwin Irawan

Other Decks in Science

Transcript

  1. GEOLOGI DAN STUDI HIDROGEOLOGI DAERAH
    CIKALONG WETAN, KABUPATEN BANDUNG
    BARAT
    ALFIAN SAFFANI ADAM 12018034
    DOSEN PEMBIMBING :
    Dr. DASAPTA ERWIN IRAWAN, S.T, M.T

    View Slide

  2. Kerangka Presentasi
    Pendahuluan
    01
    Geologi dan Hidrogeologi Regional
    02
    Geologi Daerah Penelitian
    03
    Studi Hidrogeologi
    04
    Sintesis Geologi
    05
    Kesimpulan
    06

    View Slide

  3. 01 PENDAHULUAN

    View Slide

  4. Latar Belakang
    • Ketergantungan masyarakat akan kebutuhan airtanah yang bersumber dari mata
    air dan sumur untuk keperluan sehari-hari (BPS Bandung Barat, 2019)
    • Proyek terowongan kereta cepat yang berpotensi memengaruhi kondisi muka
    airtanah daerah Cikalong Wetan
    • Adanya peternakan sapi yang berpotensi mencemari kualitas airtanah
    Peternakan sapi Desa Cikalong, Cikalong Wetan Proyek KCIC di Desa Rende, Cikalong Wetan

    View Slide

  5. Tujuan
    1. Mengidentifikasi kondisi tatanan geologi daerah penelitian yang meliputi persebaran batuan,
    geomorfologi, stratigrafi, struktur geologi, dan sintesis geologi di daerah penelitian.
    2. Mengidentifikasi kondisi hidrogeologi daerah penelitian yang meliputi sistem akuifer, tipe mata air,
    satuan akuifer, pola aliran airtanah, elevasi muka airtanah, relasi hidrodinamika antara air sungai dengan
    airtanah, fasies hidrokimia airtanah, dan proses kimia airtanah.
    3. Mengidentifikasi kualitas airtanah berdasarkan parameter fisik airtanah, kualitas airtanah untuk irigasi
    pertanian berdasarkan parameter kimia airtanah, serta kualitas airtanah dan air sungai di sekitar area
    peternakan sapi berdasarkan parameter TDS.

    View Slide

  6. Lokasi Penelitian
    • Koordinat UTM ± 9252700-9257400 mN dan
    ± 763400-769000 mE Zona 48S
    • Daerah Penelitian mencapai luas 5,6 km x
    4,7 km = 26,3 km2
    • Elevasi 336 – 688 mdpl
    • Desa Rendeh – Desa Cikalong – Desa
    Kanangasari – Desa Ciharashas, Kecamatan
    Cikalong Wetan, Kabupaten Bandung.
    • Desa Ciharashas – Desa Puteran, Kecamatan
    Cipendeuy, Kabupaten Bandung.

    View Slide

  7. Diagram Alir Penelitian

    View Slide

  8. Diagram Alir Penelitian

    View Slide

  9. Tabulasi Data
    No Data Sumber Data Jenis Data Jumlah
    1 Singkapan
    Litologi Lapangan Primer 70
    Kedudukan Lapisan Lapangan Primer 17
    Observasi Struktur Lapangan Primer 12
    Sayatan tipis Lapangan Primer 4
    2 Geomorfologi
    Citra Satelit Badan Informasi
    Geospasial
    Sekunder 1
    Shapefile Sungai Sekunder 1
    Observasi Geomorfologi Lapangan Primer 8
    3 Titik Pengamatan Sumur Gali
    Kedalaman Sumur Lapangan Primer 3
    pH Lapangan Primer 3
    TDS Lapangan Primer 3
    DHL Lapangan Primer 3
    Suhu Lapangan Primer 3
    4 Titik Pengamatan Mata Air
    Elevasi Mata Air Lapangan Primer 21
    pH Lapangan Primer 21
    TDS Lapangan Primer 21
    DHL Lapangan Primer 21
    Suhu Lapangan Primer 21
    5 Kimia Airtanah Ion Mayor Laboratorium Primer 4

    View Slide

  10. Geologi dan Hidrogeologi Regional

    View Slide

  11. Fisiografi Regional
    Secara Fisiografi, daerah penelitian termasuk ke dalam Zona Depresi Tengah Jawa Barat (Van Bemmelen, 1949)
    Daerah Penelitian

    View Slide

  12. Geologi dan Stratigrafi Regional
    Peta Geologi dan Korelasi Satuan Peta Lembar Cianjur, Jawa (Sudjatmiko,1972)

    View Slide

  13. Struktur Geologi Regional
    Peta pola struktur regional Jawa Barat (Martodjojo, 1984)

    View Slide

  14. Hidrogeologi Regional
    Peta Hidrogeologi Regional Daerah Cikalong Wetan, Kabupaten Bandung Barat (Pasaribu dkk, 1998)

    View Slide

  15. Geologi Daerah Penelitian

    View Slide

  16. Peta Lintasan Geologi Daerah Cikalong Wetan, Kabupaten Bandung Barat

    View Slide

  17. Peta Geomorfologi Daerah Cikalong Wetan, Kabupaten Bandung Barat

    View Slide

  18. Geomorfologi Daerah Penelitian
    Titik Pengamatan
    Satuan Lembah Denudasional Cisaukeun
    Menempati sekitar 49 % daerah penelitian. Berada pada elevasi
    336-450 mdpl. Memiliki kemiringan lereng 7-15%. Morfologi pada
    daerah ini didominasi lembah. Pola aliran sungai pada satuan ini
    adalah paralel dengan lembah sungai V. Litologi didominasi oleh
    aliran lava andesit, batupasir, dan batulempung

    View Slide

  19. Titik Pengamatan
    Satuan Perbukitan Piroklastik Pasir Angsana
    Geomorfologi Daerah Penelitian
    Menempati sekitar 27 % daerah penelitian. Berada pada elevasi
    475-688 mdpl. Memiliki kemiringan lereng 7-70%. Morfologi
    pada daerah ini didominasi perbukitan dengan litologi tuf. Pola
    aliran sungai pada satuan ini adalah radial dan parallel dengan
    lembah sungai V.

    View Slide

  20. Titik Pengamatan
    Satuan Punggungan Aliran Lava Cileuleuy
    Geomorfologi Daerah Penelitian
    Satuan ini menempati sekitar 24 % daerah penelitian, Berada pada
    elevasi 350-640 mdpl. Memiliki kemiringan lereng 15-70%.
    Morfologi pada daerah ini didominasi penggungan dengan litologi
    aliran lava andesit. Pola aliran sungai pada satuan ini adalah
    rektangular dengan lembah sungai U.

    View Slide

  21. Tahapan Geomorfologi
    Berdasarkan Davis (1889) dalam Huggett (2011), pada daerah penelitian tahapan yang
    telah terjadi termasuk ke dalam tahapan muda-dewasa.
    Tahapan Geomorfologi Muda
    Di daerah penelitian ditandai oleh adanya lembah sungai berbentuk
    V, terdapat air terjun, dan tidak dijumpai dataran banjir

    View Slide

  22. Tahapan Geomorfologi
    Tahapan Geomorfologi Dewasa
    Di daerah penelitian ditandai oleh adanya lembah sungai berbentuk U, sungai
    berkelok, dan lebar sabuk sungai berkelok lebih lebar dibanding lembah sungai
    Sungai berkelok
    Lembah sungai berbentuk U

    View Slide

  23. Peta Geologi Daerah Cikalong Wetan, Kabupaten Bandung Barat

    View Slide

  24. View Slide

  25. Kolom Stratigrafi

    View Slide

  26. Stratigrafi
    1. Satuan Batupasir
    Secara megaskopis, batupasir berwarna abu-abu terang, kondisi segar, ukuran butir pasir halus
    (0,125-0,25 mm), pemilahan baik, kemas terbuka, porositas baik, terdapat struktur sedimen
    graded bedding.

    View Slide

  27. Stratigrafi
    1. Satuan Batupasir
    Berdasarkan analisis sayatan tipis, batupasir ini diklasifikasikan sebagai greywacke (Pettijohn et al, 1987), besar butir
    berukuran sangat halus (0,06 mm - 0,125 mm), kemas terbuka, pemilahan buruk, bentuk butir menyudut tanggung,
    fragmen berupa kuarsa (C3) (55%) dan mineral opak (C6) (25%) dalam matriks (B8) (20%) berwarna cokelat.

    View Slide

  28. Stratigrafi
    2. Satuan Batulempung
    Secara megaskopis, batulempung berwarna abu-abu gelap hingga kecokelatan dalam kondisi
    segar, butiran berukuran lempung (< 0,004 mm), menyerpih, porositas buruk, karbonatan,
    scaly clay

    View Slide

  29. Stratigrafi
    2. Satuan Batulempung
    Berdasarkan analisis sayatan tipis, batuan diklasifikasikan sebagai mudrock (Pettijohn et al, 1987), besar butir berukuran
    lempung hingga lanau (< 0,004 mm - 0,0625 mm), kemas terbuka, pemilahan buruk, bentuk butir menyudut tanggung,
    fragmen (30%) terdiri dari kuarsa (F5) (15%), plagioklas (E7) (10%), dan mineral opak (E9) (5%), dalam matriks (I9)
    (70%) berwarna cokelat.

    View Slide

  30. Stratigrafi
    3. Satuan Lava Andesit
    Secara megaskopis, andesit berwarna abu-abu terang, kondisi segar hingga lapuk, bertekstur
    afanitik, terdapat struktur autobreksia dan kekar berlembar

    View Slide

  31. Stratigrafi
    3. Satuan Lava Andesit
    Berdasarkan analisis sayatan tipis pada Satuan Lava Andesit, terdapat litologi yang diklasifikasikan sebagai Andesit
    (Travis, 1955), tekstur porfiritik, hipokristalin, hipidiomorfik, tersusun atas fenokris (70%) berupa mineral plagioklas
    (C2) (60%), piroksen (H7) (25%) dan mineral opak (I3) (15%) dalam massa dasar yang tersebar merata (30%)
    tersusun atas mikrolit plagioklas (A5) (85%) dan gelas (C5) (15%).

    View Slide

  32. Stratigrafi
    4. Satuan Tuf
    Secara megaskopis, tuf berwarna cokelat terang,
    kondisi segar, ukuran butir debu (< 2 mm), friable-
    loose, terdapat urat kuarsa setempat
    (a) Singkapan tuff, (b) sampel batuan tuf, dan (c) kontak batulempung dengan tuf

    View Slide

  33. Stratigrafi
    4. Satuan Tuf
    Berdasarkan analisis sayatan tipis, litologi ini merupakan Tuf Kristal (Pettijohn,1975), ukuran butir debu (< 2 mm), pemilahan
    sedang-buruk, kemas terbuka, fragmen berupa plagioklas (C9) (70%), butiran gelas vulkanik (D6) (10%), dan piroksen (F7)
    (5%) dalam matriks gelas vulkanik dan mineral opak (F9) (15%)

    View Slide

  34. Struktur Geologi

    View Slide

  35. Struktur Geologi

    View Slide

  36. Struktur Geologi

    View Slide

  37. Struktur Geologi

    View Slide

  38. Hidrogeologi Daerah Penelitian

    View Slide

  39. Peta Hidrogeologi

    View Slide

  40. View Slide

  41. Tipologi Sistem Akuifer
    Tipologi sistem akuifer gunungapi (S. Mandel, 1981) Tipologi sistem akuifer sedimen terlipat (S. Mandel, 1981)

    View Slide

  42. Tipe Akuifer
    Akuifer tak tertekan/bebas (Kruseman, 1994).

    View Slide

  43. Jenis Mata Air

    View Slide

  44. Relasi Airtanah dengan Sungai
    Berdasarkan pengamatan dan pengambilan data di lapangan,
    hubungan sungai dengan akuifer di Daerah Cikalong Wetan
    didominasi oleh tipe sungai efluent, dimana muka air tanah lebih
    tinggi dibandingkan muka air sungai sehingga sungai mendapat
    pasokan air dari airtanah.

    View Slide

  45. Satuan Akuifer
    Satuan Akuifer Batupasir-Batulempung

    View Slide

  46. Satuan Akuifer
    Satuan Akuifer Andesit

    View Slide

  47. Satuan Akuifer
    Satuan Akuifer Tuf

    View Slide

  48. Fasies Kimia Airtanah dan Proses Kimia Airtanah
    Tabulasi data primer hidrokimia airtanah satuan miliekuivalen

    View Slide

  49. Fasies Kimia Airtanah
    Hasil plot data hidrokimia pada Diagram Piper (Fetter, 2014)

    View Slide

  50. Fasies Kimia Airtanah
    Hasil plot data hidrokimia pada Diagram Stiff (Stiff, 1951)

    View Slide

  51. Proses Kimia Airtanah
    Diagram hidrogeokimia sampel airtanah daerah penelitian (dimodifikasi dari Chaddha, 1999)

    View Slide

  52. Tabulasi Data Primer Parameter Kualitas Airtanah
    Stasiun
    Koordinat (UTM)
    Cuaca
    Elevasi
    (mdpl)
    pH
    TDS
    (ppm)
    DHL
    (μS/cm)
    Suhu
    (Celsius)
    Debit
    (L/jam)
    Keterangan
    X Y
    A-1 765937 9257279 cerah 508 6,42 53 106 28 257 Mata air
    A-2 766227 9256522 cerah 490 7,56 39 81 27 300 Mata air
    A-3 763942 9256337 cerah 392 5,57 26 52 28 300 Mata air
    A-4 764213 9255778 cerah 418 5,97 46 93 28 360 Mata air
    A-5 764925 9255835 cerah berawan 445 5,57 27 54 28 225 Mata air
    A-6 765028 9255858 cerah berawan 451 6,54 48 97 28 200 Mata air
    A-7 765339 9255936 cerah berawan 468 6,97 33 68 29 257 Mata air
    A-8 765554 9256009 cerah berawan 482 5,32 28 55,8 28 300 Mata air
    A-9 765188 9254635 cerah berawan 438 5,18 39 79 28 163 Mata air
    A-10 765234 9253874 cerah berawan 437 5,64 55 109 29 450 Mata air
    A-11 765778 9253802 gerimis 448 6,11 55 110 28 360 Mata air
    A-12 765823 9253706 berawan 450 6,71 115 230 28 360 Mata air
    A-13 766192 9254753 cerah 471 6,18 41 81,5 28 300 Mata air
    A-14 766524 9253941 cerah 471 6,15 45 92 29 180 Mata air
    A-15 767364 9253496 cerah 518 6,36 44 90 30 200 Mata air
    A-16 768097 9253704 cerah 589 6,56 94 192 29 360 Mata air
    A-17 768236 9253623 cerah 596 7,35 143 284 30 300 Mata air
    A-18 767463 9254857 cerah 579 7,82 51 103 31 200 Mata air
    A-19 767325 9254710 cerah 545 6,54 77 157 30 300 Mata air
    A-20 767389 9254532 cerah 576 6,67 61 113 28 600 Mata air
    A-21 766875 9254931 cerah 510 7,66 73 141 30 450 Mata air
    A-22 767976 9254489 berawan 630 6,28 53 103 29 - Sumur
    A-23 766823 9253760 berawan 487 5,92 28 57 29 - Sumur
    A-24 767149 9253811 berawan 532 - - - - - Sumur bor

    View Slide

  53. Muka Airtanah Sekitar Terowongan
    Ilustrasi penurunan muka airtanah akibat penurunan
    tekanan air selama pembuatan terowongan (Yoo, 2016)
    Penurunan muka air tanah terjadi akibat dari penurunan tekanan air di bawah permukaan tanah yang dapat merusak
    struktur bangunan terowongan (Yoo, 2016).
    Dengan adanya proyek terowongan pada daerah penelitian, kondisi muka airtanah di sekitar area terowongan mengalami
    penurunan. Data kedalaman muka airtanah didapatkan dari kedalaman sumur air di dekat lokasi terowongan.

    View Slide

  54. Kualitas Airtanah Berdasarkan Parameter Fisik Airtanah
    Persebaran Nilai pH

    View Slide

  55. Persebaran
    Nilai TDS
    Kualitas Airtanah Berdasarkan Parameter Fisik Airtanah

    View Slide

  56. Persebaran
    Nilai DHL
    Kualitas Airtanah Berdasarkan Parameter Fisik Airtanah

    View Slide

  57. Persebaran Nilai
    Temperatur
    Kualitas Airtanah Berdasarkan Parameter Fisik Airtanah

    View Slide

  58. Kualitas Airtanah Berdasarkan Parameter Fisik Airtanah

    View Slide

  59. Kualitas Airtanah Sekitar Area Peternakan Sapi
    Area peternakan sapi yang dikelola oleh PT. Citra Brahmana
    Perkasa terletak di Desa Cikalong, Kecamatan Cikalong Wetan.
    Area peternakan berada di sebelah timur daerah penelitian dengan
    luas area sekitar 3,7 ha. Peternakan ini membudidayakan sekitar
    300 ekor sapi potong.
    Pada penelitian kali ini, parameter yang digunakan untuk
    menentukan kualitas air sungai dan airtanah di sekitar area
    peternakan sapi yaitu nilai total zat terlarut (TDS). Menurut
    Hidayatullah (2005), kandungan TDS pada limbah peternakan sapi
    memiliki kisaran 1600 – 1800 mg/L. Untuk nilai TDS pada aliran
    Sungai Cisaukeun serta airtanah di sekitar area peternakan sapi
    berkisar 45 – 73 mg/L.
    Lokasi peternakan sapi PT. Citra Brahmana Perkasa

    View Slide

  60. Kualitas Airtanah untuk Irigasi Pertanian
    Analisis ini menggunakan lima metode, diantaranya :
    1. Analisis Konsentrasi Sodium
    2. Analisis Residual Sodium Carbonate (RSC)
    3. Analisis Sodium Adsorption Ratio (SAR)
    4. Analisis dengan Diagram Wilcox
    5. Analisis dengan Diagram US Salinity (USSL)

    View Slide

  61. Kualitas Airtanah untuk Irigasi Pertanian
    1. Konsentrasi Sodium
    Sampel %Na Kelas Air
    A-8 62,47 Doubtful
    A-13 22,84 Good
    A-16 23,84 Good
    A-20 29,84 Good
    Hasil analisis dapat dilihat di tabel berikut.
    Rumus perhitungan konsentrasi Sodium
    (Wilcox, 1955)
    Klasifikasi Konsentrasi Sodium untuk Kesesuaian Irigasi
    (Wilcox, 1955 )

    View Slide

  62. Kualitas Airtanah untuk Irigasi Pertanian
    2. Analisis Residual Sodium Carbonate (RSC)
    Rumus Perhitungan RSC satuan meq/L (Eaton, 1950)
    Kesesuaian Air untuk Irigasi menggunakan RSC (Eaton, 1950)
    Hasil analisis dapat dilihat di tabel berikut.
    Sampel RSC Keterangan
    A-8 -0,161 Excellent
    A-13 0,260 Excellent
    A-16 0,865 Excellent
    A-20 0,165 Excellent

    View Slide

  63. Kualitas Airtanah untuk Irigasi Pertanian
    3. Analisis Sodium Adsorption Ratio (SAR)
    Sampel SAR Keterangan
    A-8 1,79 Excellent
    A-13 1,05 Excellent
    A-16 1,58 Excellent
    A-20 1,24 Excellent
    Hasil analisis dapat dilihat di tabel berikut.
    Rumus Perhitungan SAR (Todd, 2005)
    Klasifikasi Sodium Adsorption Ration (Turgeon, 2000)

    View Slide

  64. Kualitas Airtanah untuk Irigasi Pertanian
    4. Analisis dengan Diagram Wilcox
    Diagram Klasifikasi Kesesuaian Air Irigasi Wilcox (Wilcox, 1955)

    View Slide

  65. Kualitas Airtanah untuk Irigasi Pertanian
    5. Analisis dengan
    Diagram US Salinity (USSL)
    Diagram Klasifikasi Kesesuaian Air Irigasi USSL (Wilcox, 1955)

    View Slide

  66. Sintesis Geologi

    View Slide

  67. Sintesis Geologi
    Sejarah Geologi daerah penelitian dimulai dengan diendapkannya Satuan Batupasir pada Kala Miosen Tengah dengan
    mekanisme pengendapan arus turbidit di zona upper bathyal (Alfeus, 2011).
    Pada Kala Miosen Akhir, secara selaras diendapkan Satuan Batulempung dengan mekanisme pengendapan arus turbidit
    di zona upper bathyal (Alfeus, 2011).
    Menurut Martodjojo (1984), pada Kala Pliosen-Plistosen terjadi aktivitas tektonik secara regional yang menyebabkan
    terjadinya pengangkatan, pengangkatan tersebut menjadikan Satuan Batupasir dan Satuan Batulempung tersingkap baik
    di bagian tengah daerah penelitian. Aktivitas tektonik yang terjadi pada Satuan Batupasir dan Satuan Batulempung
    berupa Sesar Menganan Normal
    Pada Kala Pleistosen, daerah penelitian yang telah menjadi daratan secara tidak selaras diendapkan Satuan Lava Andesit.
    Setelah satuan ini terbentuk, satuan ini mengalami deformasi berupa Sesar Mengiri Normal.
    Kemudian secara selaras di atas Satuan Lava Andesit dan Satuan Batulempung, terendapkan Satuan Tuf di daerah
    penelitian. Satuan Tuf ini merupakan produk vulkanisme Gunungapi Prasunda. Setelah Satuan Tuf terendapkan, satuan
    ini mengalami deformasi berupa Sesar Mendatar Menganan.

    View Slide

  68. Sintesis Geologi
    Gaya-gaya eksogen yang berkembang saat ini di daerah penelitian merupakan pelapukan secara vertikal dan longsoran-
    longsoran yang banyak terjadi di utara dan timur daerah peneltian. Munculnya beberapa mata air diakibatkan adanya
    rekahan pada Satuan Akuifer Andesit dan adanya depresi pada Satuan Batulempung-Batupasir dan Satuan Akuifer Tuf.
    Rekahan tersebut diakibatkan oleh adanya struktur geologi, pelapukan, dan struktur batuan beku. Beberapa sampel
    airtanah menunjukkan proses kimia airtanah merupakan hasil reaksi dengan air permukaan sehingga akuifer di daerah
    penelitian merupakan akuifer dangkal. Oleh karena itu, kualitas airtanah ini bergantung dengan kondisi di permukaan
    yang berpotensi mencemari airtanah.

    View Slide

  69. Kesimpulan

    View Slide

  70. Kesimpulan 1
    • Daerah penelitian dibagi menjadi tiga satuan geomorfologi, yaitu Punggungan Aliran Lava
    Cileuleuy, Satuan Perbukitan Piroklastik Pasir Angsana, dan Satuan Lembah Denudasional
    Cisaukeun
    • Secara stratigrafi, daerah penelitian dibagi menjadi empat satuan batuan tidak resmi dengan
    urutan dari tua ke muda diantaranya Satuan Batupasir, Satuan Batulempung, Satuan Lava
    Andesit, Satuan Tuf.
    • Struktur daerah penelitian terdiri dari Sesar Turun Menganan Pasir Angsana, Sesar Mendatar
    Menganan Cigeblig, Sesar Menganan Normal Cisaukeun, dan Sesar Mengiri Normal Rende.

    View Slide

  71. Kesimpulan 2
    • Tipologi akuifer terdiri dari tipologi endapan gunungapi dan tipologi sistem akuifer sedimen terlipat. Jenis
    akuifer pada daerah penelitian adalah akuifer bebas. Tipe mata air yang ditemukan di daerah penelitian
    merupakan tipe mata air rekahan dan depresi. Terdapat 3 satuan akuifer yaitu Akuifer Batupasir –
    Batulempung (MAT : 510-560 mdpl), Akuifer Andesit (MAT : 395-535 mdpl), dan Akuifer Tuf (MAT :
    540-595 mdpl). Relasi hidrodinamika antara aliran air pada akuifer dan sungai adalah dominan effluent.
    • Fasies hidrokimia airtanah (Diagram Stiff, 1951) daerah penelitian terbagi menjadi Sampel A-8 (Akuifer
    Andesit) termasuk ke dalam fasies magnesium klorida (MgCl2
    ). Sampel A-13 (Akuifer Andesit) dan A-20
    (Akuifer Tuf) termasuk ke dalam fasies magnesium bikarbonat (Mg2+(HCO3
    -)2
    ). Sampel A-16 (Akuifer
    Batulempung-Batupasir) termasuk ke dalam fasies kalsium bikarbonat (Ca2+(HCO3
    -)2
    )

    View Slide

  72. Kesimpulan 2
    • Faktor dominan yang mengontrol proses kimia airtanah (Diagram Chaddha, 1999), sampel air
    A-13, A-16, dan A-20 menunjukkan proses geokimia utamanya adalah reaksi dengan air
    permukaan. Sedangkan pada sampel A-8, proses geokimia airtanah dipengaruhi oleh reaksi
    pertukaran ion terbalik.
    • Kedalaman muka airtanah pada akuifer bebas cenderung memiliki elevasi yang dangkal dan
    lebih dalam pada daerah dengan elevasi muka tanah tinggi. Dengan adanya proyek terowongan
    pada bagian timur daerah penelitian, kondisi muka airtanah di sekitar area terowongan
    mengalami penurunan.

    View Slide

  73. Kesimpulan 3
    • Berdasarkan parameter fisik seperti pH, TDS, suhu, dan DHL, daerah yang tidak memenuhi baku
    mutu air minum berada di bagian barat daerah penelitian dengan pH < 6,5. Untuk daerah yang
    memenuhi standar baku mutu air minum berada di bagian timur daerah penelitian. Namun,
    kualitas airtanah menggunakan parameter fisik belum sepenuhnya layak untuk dikonsumsi
    karena diperlukan analisis lanjutan menggunakan parameter biologi.
    • Berdasarkan analisis Na%, SAR, RSC, diagram Wilcox, dan diagram USSL, keempat sampel
    mata air menghasilkan kualitas airtanah yang baik untuk keperluan irigasi.
    • Dan terkait adanya peternakan sapi, kondisi kualitas airtanah dan air sungai di sekitar lokasi
    masih dalam baku mutu air minum.

    View Slide

  74. Referensi

    View Slide

  75. Referensi
    Aqrawi, O. S. dan Al-Mallah, A. Y. (2021). Hydrogeochemical Assessment of Selected Springs Water in Aqra Area, Duhok Governorate, Northern Iraq.
    Iraqi Geological Journal Vol. 54, No. 2E, pp. 134-149.
    Bemmelen, R.W.van. (1949). The Geology of Indonesia. The Hague: Government printing Office.
    Brahmantyo, B. dan Bandono. (2006): Klasifikasi bentuk muka bumi (landform) untuk pemetaan geomorfologi pada skala 1:25.000 dan aplikasinya untuk
    penataan ruang. Jurnal Geoaplika Vol. 1, No. 2, pp. 71–78.
    BPS Jawa Barat. 2019. Persentase Rumah Tangga Menurut Sumber Air Minum (%), 2019. Diakses dari https://jabar.bps.go.id/
    Chadha, D. K. (1999). A proposed new diagram for geochemical classification of natural waters and interpretation of chemical data. Hydrogeology
    Journal, 7(5), 431–439
    Chin, W. W. (1998). The Partial Least Squares Aproach to Structural Equation Modeling. Modern Methods for Business Research, 295, 336
    Davis, S.N. and De Wiest, R.J.M. (1966) Hydrogeology. Vol. 463. Wiley, New York.
    Eaton, F. M., 1950. Significance of carbonates in irrigation waters. Soil science, 69(2), 123-134
    El.jabar.com. (2020). Peternakan Sapi 3,7 Hektar Ganggu Kenyamanan Warga. https://eljabar.com/
    Fetter, C.W. (2014). Applied hydrogeology fourth edition. USA: Prentice-Hall Inc.
    Fisher, R.S., dan Mullican, I.W.F. (1997). Hydrochemical evolution of sodium sulfate and sodium-chloride groundwater beneath the Northern Chihuahuan
    Desert, Trans-Pecos, Texas, USA. Hydrogeology Journal, 5(2), 4–16
    Gibbs, R. (1970). Mechanism Controlling World River Water Chemistry. Science, Vol. 170, No. 3962, pp. 1088-1090. American Association for the
    Advancement of Science
    Hem, J.D. (1991). Study and interpretation of the chemical characteristics of natural waters (third edition). Jodphur: Scientific Publishers.
    Hidayat, A., Suprayogi, S., dan Cahyadi, A. (2016). Analisis Kesesuaian Kualitas air untuk Irigasi pada Beberapa Mataair di Kawasan Karst Sistem Goa
    Pindul. Yogyakarta : Badan Penerbit Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada
    Hidayatullah dkk. (2005). Pengelolaan Limbah Cair Usaha Peternakan Sapi Perah melalui Penerapan Konsep Produksi Bersih. Jurnal Pengkajian dan
    Pengembangan Teknologi Pertanian Vol. 8, No.1, pp. 124-136
    Hounslow, A.W. (1995). Water quality data analysis and interpretation. Florida: CRC Press.

    View Slide

  76. Referensi
    Huggett, R. J. (2011). Fundamentals of geomorphology third editon. USA : Routledge.
    Kaban, A. E. (2011). Geologi Daerah Rendeh Dan Sekitarnya Kabupaten Bandung Barat-Jawa Barat. Institut Teknologi Bandung : Bandung
    Kartadinata, M.N. (2009). Tephrochronological Study on Eruptive History Old Sunda-Tangkuban Perahu Volcanic Complex, West Java, Indonesia. Jurnal
    Gunungapi dan Mitigasi Bencana Geologi Vol. 1, No.1
    Kruseman, G.P. (1994). Analysis & evaluation of pumping test data. Wegeningen, The Netherlands: Publication 47
    Larasati, N. H. (2020). Pengertian Suhu dan Kalor Menurut Ahli. Diakses dari https://www.diadona.id/
    Mandel, S. (1981). Groundwater resources: investigation and development. Hebrew University of Jerusalem, Israel: Groundwater Research Center.
    Martodjojo, S., 1984. Evolusi Cekungan Bogor. Institute Technology Bandung, Bandung: Unpublished Doctoral Thesis.
    Pasaribu, M., Mudiana W., dan Sunarya Y. (1998). Peta hidrogeologi Indonesia, lembar Cianjur 1209-2 skala 1:100.000. Bandung: Direktorat Geologi Tata
    Lingkungan.
    Peraturan Menterti Kesehatan No. 492/MENKES/PER/VI/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. (2010). Jakarta: Lembaga Negara Republik Indonesia.
    Peraturan Menterti Kesehatan No. 416/MENKES/PER/IX/1990 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. (1990). Jakarta: Lembaga Negara Republik Indonesia.
    Pettijohn, F.J. (1975). Sedimentary rocks, third edition. New York: Harper and Row.
    Piper, A.M., 1944. A graphic procedure in the geochemical interpretation of water analyses, Transition, American Geophysical union, 25, 914 – 923
    Poehls, dan Smith. (2009). Encyclopedic Dictionary of Hydrogeology. USA. Elseiver.
    Puradimaja, D.J., Hutasoit, L.M., Lubis, F., dan Irawan, D.E. (2008). Modul praktikum hidrogeologi umum. Bandung: Program Studi Teknik Geologi ITB.

    View Slide

  77. Referensi
    Prayogi, T.E., dkk. (2016). Penilaian kualitas air tanah pada akuifer tidak tertekan untuk keperluan air minum di wilayah utara Cekungan Air Tanah Jakarta.
    Jakarta : Balai Konservasi Air Tanah.
    Sadashivaiah, C., Ramakrishnaiah, C. R., dan Ranganna, G. (2008). Hydrochemical Analysis and Evaluation of Groundwater Quality in Tumkur Taluk,
    Karnataka State, India. International Journal of Environmental Research and Public Health, Vol 5, No. 3, pp 158-164.
    Sejati, S. P. (2019). Perbandingan Akurasi Metode idw dan Kriging dalam Pemetaan Muka Air Tanah. Majalah Geografi Indonesia Vol. 33, No.2, pp. 49-57.
    Subandriyo, B. (2020). Analisis Korelasi dan Regresi. Badan Pusat Statistik: Diklat Statistisi Tingkat Ahli BPS Angkatan XXI.
    Sudjatmiko. (1972). Peta geologi lembar Cianjur skala 1:100.000. Bandung: Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi.
    Thornbury. 1970. Principle of Geomorphology. New York : John Willey and Sons, Inc,.
    Todd, D.K. dan Larry, W. M. (2005). Ground Water Hydrology Third Edition. New york: John Wiley & Sons, Inc.
    Travis, R. B. 1955. Classification of Rocks. Colorado School of Mines.
    Turgeon, A. (2000). Irrigation Water Quality. The Pennsylvania State University, USA.
    Verstappen, H. (1983). Applied Geomorphology: Geomorphological Surveys for Environmental Development. New York : El sevier.
    Vessels, R.K. dan Davies, D.K., 1981. Non Marine Sedimentation in an Active Fire Arc Basin, in F.G. Etridge & R.M. Flores (Eds.), Recent and Ancient Non
    Marine Depositional Environments : Models for Exploration. Society of Economic Paleontology, Special Publication, no. 31.
    Walker, R. G. dan James, N. P., (1992). Facies Models Response to Sea Level Change. Geological Association of Canada.
    Wilcox, L.V. (1995). Classification and use of irrigation water. Washington: USDA.
    Yoo, C. (2016). Ground settlement during tunneling in groundwater drawdown environment – Influencing factors. Underground Space Journal, Volume 1, Issue
    1, Pp. 20-29
    Younger, P.L. (2007). Groundwater in the environment: an introduction. Blackwell: London.
    Zuidam, R.V. (1985). Guide to geomorphic aerial photographic interpretation and mapping. The Hague, The Netherlands: Institute for Aerospace Survey and
    Earth Science

    View Slide

  78. Thank you

    View Slide