Teknologi Kebumian Tentang system input-output hidrogeologi AT5102 – Geologi Air Tanah Dasapta Erwin Irawan Blog terkait: https://derwinirawan.wordpress.com/2020/10/27/t entang-sistem-input-dan-output-hidrogeologi/ Kawasan imbuhan dan luahan
No. 7/2004 dan PP No. 43/2008 tentang Air Tanah) Suatu wilayah yang dibatas oleh batas hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air tanah berlangsung. Groundwater basin An alluvial aquifer or a stacked series of alluvial aquifers with reasonably well-defined boundaries in a lateral direction and having a definable bottom (Department of water resources, California, http://www.water.ca.gov/groundwater/groundwater_glossary.cfm)
Peta Geologi Lembar Bandung, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. 2. Deptamben, 1979, Data Dasar Gunungapi Indonesia, Deptamben 3. Koesoemadinata, R.P. dan Hartono, D., 1981, Stratigrafi dan Sedimentasi Daerah Bandung, Prosiding Ikata Ahli Geologi Indonesia, Bandung. 4. Soetoyo dan Hadisantono, R.D., 1992, Peta Geologi Gunungapi Tangkuban Perahu/Kompleks Gunungapi Sunda, Jawa Barat, Directorate Volkanologi, Bandung. 5. Dam, M.A.C, 1994, The Late Quarternary Evolution of The Bandung Basin, West Java, Indonesia, Amsterdam, The Netherlands.
M.A., 1990, Isotopic Hydrological Study in the Bandung Basin Indonesia, Project CTA 108, Environmental Geology for Land Use and Regional Planning. 2. IWACO, WASECO, 1990, West Java Provincial Water Sources Master Plan for Water Supply, Kabupaten Bandung, Groundwater Resources, Directorate General Cipta Karya, Jakarta, Volume A. - Studi Khusus 1. Sudarto Notosiswojo, 1989, Thermalwasser im Vulkangebiet Tangkuban Perahu bei Bandung, Dissertation, Rheinisch-Westfalischen Technischen Hoch schule. 2. Bambang Sunarwan, 1997, Penerapan Metoda Hidrokimia – Isotop Oksigen – 18 (18O), Deuterium (2H) dan Tritium (3H) dalam Karakterisasi Akifer Airtanah pada Sistem Akifer Bahan Volkanik. Studi Kasus Kawasan Padalarang – Cimahi – Lembang, Bandung, Tesis Magister, tidak dipublikasikan. 3. Jhonny P. Marpaung, 2003, Karakteristik Sistem Airtanah Daerah Gunungapi. Studi Kasus: Kompleks Gunungapi Tangkuban Perahu, Burangrang, dan Bukit Tunggul., Tesis magister ITB, Tidak dipublikasikan. 4. Hendarmawan, Mitamura, Kumai, 2005, Water Temperatur and Electrical Conductivity of Springs on The Volcanic Slope in A Tropical Region: A Case Study on Lembang Area, West Java, Indonesia
Koluvial Bahan lepas tak terkonsolidasi, lempung-bongkah Plistosen Atas Formasi Kosambi Lempung tufan, batupasir tufan, kerikil tufan setempat membentuk lapisan mendatar dengan sisipan breksi, mengandung sisa-sisa tumbuhan dan moluska air tawar, ketebalan 0–125 Hasil gunung api muda Breksi gunungapi, lapili, lava dan pasir tufan: lava muda, breksi dan aglomerat, tuf, breksi lahar mengan- dung sedikit batuapung dan lava; dan hasil gunungapi tak teruraikan KUARTER Plistosen Tengah Plistosen Bawah TERSIER Pliosen Hasil gunungapi Tua Perselingan antara breksi gunungapi, lahar dan lava. Lahar dan lava andesit- basaltan hasil kelompok gunungapi tua; breksi gunungapi, aliran lahar dan lava berkekar; tuf gelas mengandung batu apung dan obsidian berukuran lapili hingga bom dan lava basalt hasil gunungapi tak-teruraikan.
FM. BAYAH TENGAH O L I G O S E N FM. BATUASIH A K H I R N 1 – N 4 FM. RAJAMANDALA Sat. Napal Sat. Bt.gamping N 5 – N 8 A W A L FM. CITARUM M I O S E N FM. SAGULING N 9 – N 13 T E N G A H PLEISTOSEN VOLKANIK KUARTER UMUR FOR- MASI LITO- LOGI D E S K R I P S I Tuf, breksi volkanik, lahar, dan lain-lain Breksi volkanik, aliran debris bawah laut (turbidit proksimal) Perselingan batupasir, lanau, dan batulempung. Memperlihatkan sekuens turbidit bawah laut distal Napal, serpih dengan sisipan batupasir Batugamping, terumbu koral – batugamping foraminifera-ganggang; berlapis hingga masif Batulempung gampingan / napal, Abu-abu gelap hingga kehijauan, mengandung globigerina Batupasir konglomeratan kuarsa, terpilah buruk, keras, kompak, silang siur ? 400 m 300 – 750 m 100 – 400 m 850 m >1750 m ketebalan Koesoemadinata dan Hartono, 1984 ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~
Min 0,19 cm/menit 14 Tuf fragmen 0,32 15 Tuf fragmen 0,19 16 Tuf fragmen 0,49 17 Tuf fragmen 0,23 18 Tuf fragmen 0,22 Kode Satuan batuan Laju infiltrasi akhir (cm/menit) 20 Breksi gunung api 0,24 Jumlah titik 11 titik 21 Breksi gunung api 0,11 Rata-rata 0,25 cm/menit 22 Breksi gunung api 0,42 Maks 0,73 cm/menit 23 Breksi gunung api 0,09 Min 0,08 cm/menit 24 Breksi gunung api 0,73 25 Breksi gunung api 0,12 26 Breksi gunung api 0,08 27 Breksi gunung api 0,32 28 Breksi gunung api 0,31 29 Breksi gunung api 0,14 30 Breksi gunung api 0,16 Ringkasan laju infiltrasi
vertikal: ke arah lapisan batuan yang dalam. – Arah horizontal: ke arah elevasi yang semakin rendah. • Implikasinya: – Kapasitas infiltrasi untuk masing-masing satuan batuan (secara teori) dapat dihitung. – Untuk itu diperlukan analisis water balance. 41
lapisan batuan yang laju infiltrasinya besar: – Posisi munculnya mata air dikendalikan oleh jenis batuan dan topografi. – Implikasinya: • Menambah bukti bahwa kawasan imbuhan bersifat lokal, tidak menerus seperti yang dinyatakan saat ini. • Penarikan batas imbuhan (merupakan program selanjutnya), bukan bersifat zona regional tetapi bersifat lokal. 42