Upgrade to Pro — share decks privately, control downloads, hide ads and more …

GEOLOGI DAN POLA HIDROLOGI DI DAERAH TAMAN HUTA...

GEOLOGI DAN POLA HIDROLOGI DI DAERAH TAMAN HUTAN RAYA RADEN SURYO, JAWA TIMUR

Title: GEOLOGI DAN POLA HIDROLOGI DI DAERAH TAMAN HUTAN RAYA RADEN SURYO, JAWA TIMUR
Student: Adam Ahmad Asvandiari 12017001
Version: Seminar (1)
Supervisors:
Dr. Eng. Ir. Suryantini, S.T., Dipl. Geoth. En. Tech., M.Sc
Dr. Dasapta Erwin Irawan, S.T., M.T.

Sari
Daerah penelitian terletak di bagian utara Taman Hutan Raya Raden Suryo yang
merupakan bagian dari Kawasan Pelestarian Alam (KPA) yang berada di dalam
gugusan Kompleks Gunung Api Arjuno-Welirang. Kompleks gunung api ini
merupakan tipe strato dengan kerucut komposit berumur Kuarter yang di dalamnya terdapat prospek panas bumi Arjuno-Welirang. Hal ini menyebabkan sulitnya kegiatan eksplorasi dan pengembangan panas bumi, yang terutama berkaitan dengan konservasi hutan dan air. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kondisi geologi yang mengontrol pola hidrologi dan elemen-elemen hidrogeologi seperti daerah resapan dan luahan, kontrol manifestasi termal, jenis akuifer, serta interpretasi batas sistem panas bumi yang hasilnya diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan prospek panas bumi dan konservasi alam di kawasan ini.

Metode yang dilakukan berupa studi literatur, analisis DEMNAS, serta
hidrogeokimia. Analisis DEMNAS digunakan untuk mendelineasi peta kemiringan lereng, pola aliran sungai, struktur geologi, geomorfologi, dan volkanostratigrafi.

Analisis dua belas mata air dingin dan lima mata air panas pada diagram terner ClHCO3-SO4 serta diagram piper digunakan untuk mengetahui komposisi ion pada manifestasi air dingin dan air panas. Peta kemiringan lereng, pola aliran sungai, penyebaran mata air, dan komposisi kimia air digunakan untuk menentukan pola aliran, zona resapan, luahan, dan run-off. Peta struktur geologi dan litologi digunakan untuk mengidentifikasi pengontrol keluaran mata air dingin dan panas. Peta geologi dari literatur digunakan untuk menentukan batuan yang dapat menjadi akuifer, sedangkan peta volkanostratigrafi dan komposisi kimia mata air digunakan untuk membantu mendelineasi batas sistem panas bumi.

Berdasarkan penelitian ini, kondisi geologi utama yang mengontrol pola hidrologi adalah Gunung Api Arjuno-Welirang yang merupakan gunung api tipe strato dengan kerucut komposit. Kondisi ini menyebabkan elemen hidrogeologi seperti daerah resapan berada pada daerah tinggian dengan kemiringan lereng yang relatif landai, daerah luahan berada pada daerah rendahan, sedangkan daerah dengan kemiringan lereng curam akan menjadi daerah run-off dengan jenis pola aliran lokal. Pengontrol manifestasi termal adalah kemiringan lereng curam dan struktur geologi sebagai jalur keluarnya fluida panas. Jenis akuifer adalah akuifer air tanah langka hingga akuifer produktivitas sedang setempat dengan litologi berupa basal hingga andesit. Pelamparan area sistem geotermal berada pada Khuluk Welirang.
Kata kunci: gunung api Arjuno-Welirang, gunung api strato, hidrogeologi gunung
api, hidrogeokimia, geotermal

Abstract
The research area is located in the northern part of the Raden Suryo National
Forest Park which is part of the Nature Conservation Area (KPA) within the
Arjuno-Welirang Volcanic Complex. This volcanic complex is a stratovolcano with a composite cone of Quaternary age in which there are Arjuno-Welirang
geothermal prospects. This makes it difficult for geothermal exploration and
development activities, which are mainly related to forest and water conservation.
This study aims to identify geological conditions that control hydrological patterns and hydrogeological elements such as infiltration and discharge areas, control of thermal manifestations, types of aquifers, and interpretation of geothermal system boundaries, the results of which are expected to be taken into consideration for geothermal prospects and nature conservation in the area.
The methods used are literature studies, DEMNAS analysis, and hydrogeochemistry. DEMNAS analysis was used to delineate slope maps, drainage patterns, geological structures, geomorphology, and volcanostratigraphy. Analysis of twelve cold springs and five hot springs on the ternary diagram of Cl-HCO3-SO4 and piper diagram were used to determine the ionic composition of spring manifestations. Maps of slope, drainage patterns, spring distribution, and chemical composition of water are used to determine groundwater flow pattern, recharge, discharge, and run-off areas. Geological structure and lithology maps were used to identify the control of cold and hot spring manifestation. Geological maps from the literature are used to determine rocks that can become aquifers, while volcanostratigraphy maps and chemical composition of springs are used to help delineate the boundaries of geothermal systems.
Based on this research, the main geological condition that controls the
hydrological pattern is the Arjuno-Welirang Volcano which is a stratovolcano with composite cone. This condition causes the recharge area to be placed in
topographic highs with a relatively gentle slope, discharge areas are placed in
topographic lows, while areas with steep slope will become run-off area with local groundwater flow. Steep slope and geological structure act as a control of thermal manifestation. The type of aquifer in the area is rare groundwater productivity to locally productive aquifer with the lithology consisting of basalt to andesite. The approximate area of the geothermal system is inside the Welirang Crown.
Keywords: Arjuno-Welirang volcano, stratovolcano, volcanic hydrogeology,
hydrogeochemistry, geothermal

Lisensi: CC-BY

Dasapta Erwin Irawan

April 22, 2022
Tweet

More Decks by Dasapta Erwin Irawan

Other Decks in Science

Transcript

  1. GEOLOGI DAN POLA HIDROLOGI DI DAERAH TAMAN HUTAN RAYA RADEN

    SURYO, JAWA TIMUR Adam Ahmad Asvandiari 12017001 Dosen Pembimbing: Dr. Eng. Ir. Suryantini, S.T., Dipl. Geoth. En. Tech., M.Sc Dr. Dasapta Erwin Irawan, S.T., M.T.
  2. OUTLINE 1. Pendahuluan 2. Tatanan Geologi • Regional • Daerah

    Penelitian 3. Hidrogeokimia mata air dingin dan pengaruh Fluida termal 4. Integrasi Data Pola Hidrologi Dalam, Dangkal, dan Penampang Hidrologi 5. Sintesis Geologi 6. Kesimpulan
  3. LATAR BELAKANG 1. Taman Hutan Raya Raden Suryo merupakan bagian

    dari Kawasan Pelestarian Alam (KPA) yang berada dalam gugusan Kompleks Gunung Api Arjuno-Welirang-Anjasmoro 2. Menurut KESDM (2017), lokasi penelitian juga merupakan bagian dari Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) Arjuno-Welirang milik PT. Geodipa Energi. 3. Tumpang tindih lahan antara KPA dengan WKP menyebabkan sulitnya pengembangan panas bumi dikawasan tersebut, karena dikhawatirkan dapat mengganggu kegiatan konservasi alam. 4. Analisis Geologi dan pola hidrologi diharapkan dapat membantu dalam menentukan wilayah pengembangan panas bumi serta juga bermanfaat bagi konservasi wilayah
  4. CAKUPAN PENELITIAN Aspek geologi: geomorfologi, volkanostratigrafi, struktur, litologi, dan stratigrafi

    daerah penelitian. Aspek hidrogeologi: distribusi mata air, hidrogeokimia air, arah aliran, pola aliran air tanah, jenis mata air, sistem akuifer, kendali geomorfologi dan struktur geologi terhadap aliran air tanah.
  5. TUJUAN PENELITIAN Mengetahui kondisi geologi yang mengontrol pola hidrologi di

    daerah Taman Hutan Raya Raden Suryo sehingga dapat menjelaskan elemen hidrologi diantaranya daerah resapan, luahan, pengontrol manifestasi termal, jenis dan pelamparan akuifer, yang dapat digunakan untuk interpretasi kemungkinan pelamparan area sistem geotermal di daerah studi yang diharapkan pengembangannya tidak mengganggu sistem hidrologi untuk konservasi alam.
  6. DAERAH PENELITIAN • Secara administratif, daerah penelitian termasuk ke dalam

    wilayah Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Malang, Kabupaten Jombang dan Kota Batu. • Luas daerah penelitian adalah 12 x 13 km Gunung Anjasmoro Gunung Arjuno-Welirang
  7. A B C D D I AG R A M

    A L I R P E N E L I T I A N A: Tahap persiapan B: Tahap pengumpulan data C: Tahap pengolahan dan analisis data D: Tahap penulisan laporan akhir
  8. TABULASI DATA No. Jenis data Tipe Keterangan Jumlah Sumber 1.

    Citra satelit Sekunder DEMNAS (Digital Elevation Model) 4 Badan Informasi Geospasial (http://tide s.big.go.id/ DEMNAS/ ) Citra satelit Sekunder Google Earth Google 2. Manifestasi Air dingin Sekunder Lokasi, pH, temperatur, elevasi, TDS, kation & anion 12 Suryantini (2019) Air panas Sekunder Lokasi, pH, temperatur, debit, elevasi, kation, dan anion 5 Pusat Sumber Daya Mineral, Batubara dan Panas bumi (PSDMBP)
  9. Kondisi geologi? (Nicholson, 1993) Zona resapan dan luahan Pengontrol manifestasi

    termal Jenis dan pelamparan akuifer Interpretasi batas sistem panas bumi (Hubbert, 1940; dalam Minns, 1993) (Fetter, 2014) (Lehr dkk., 2005) (Fetter, 2014) G. Arjuno G. Welirang (Google earth)
  10. FISIOGRAFI REGIONAL (Smyth dkk., 2008) • Bagian dari Busur Sunda

    yang terbentuk di atas Zona Kendeng. • Terisi oleh endapan turbidit volkanik klastik dan pelagic mudstone (Untung dan Sato, 1978; dalam Smyth, 2008) • Umumnya komposisi dari produk volkanik masa kini adalah basal-andesit (Nicholls dkk., 1980; dalam Smyth, 2008)
  11. TEKTONIK DAN STRUKTUR REGIONAL (Martodjojo dan Pulunggono, 1994) : Daerah

    penelitian (SetiJadji, 2010) • Aktivitas konvergensi antara Lempeng Indo-Australia dengan Lempeng Eurasia terjadi sejak Tersier Awal yang membentuk Sundaland (Setidjadji, 2010) dan membentuk tiga busur vulkanik. • Terdapat tiga pola struktur utama di Pulau Jawa yaitu Pola Meratus (NE-SW), Pola Sunda (N-S), dan Pola Jawa (E-W) (Martodjojo dan Pulunggono, 1994).
  12. STRUKTUR GEOLOGI Terdapat beberapa arah tren kelurusan, yaitu: NE-SW →

    SesarWelirang dan Sesar Kembar, NW-SE → Sesar Padusan, N-S → Sesar Claket, Sesar Cangar, dan Sesar Punclung, NW → Sesar Bakal. (Peta DEMNAS, kelurusan dimodifikasi dari PSDMBP (2010)) (Moody dan Hill, 1956)
  13. POLA ALIRAN SUNGAI Pola Dendritik 1 Pola Dendritik 2 Pola

    Radial 1 Pola Radial 2 (Peta DEMNAS)
  14. VOLKANOSTRATIGRAFI • Hasil delineasi pada skala 1:50.000 menghasilkan dua Khuluk

    yaitu Khuluk Arjuno dan Welirang • Terdapat tujuh Gumuk yaitu Gumuk Ringgit, Pundak, Bulak, Tunggangan, Kembar 3, Kembar 2, dan Kembar 1. • Skala 1:100.000 menunjukkan adanya 3 bregada yaitu Bregada Anjasmoro, Kawi-Butak, dan Arjuno-Welirang; Kemudian, terdapat 2 khuluk yaitu Khuluk Kelud dan Penanggungan. (Peta DEMNAS)
  15. STRATIGRAFI DAERAH PENELITIAN o Lava Anjasmoro (Qla) tersusun oleh lava

    andesit-basaltik dan breksi vulkanik. Satuan ini terdiri dari mineral plagioklas dan mineral mafik seperti olivin dan piroksen. o Lava Tua Arjuno-Welirang (Qltaw) tersusun oleh lava andesit-basaltik dengan mineral penyusun didominasi oleh piroksen dan plagioklas o Aliran PiroklastikTua Arjuno-Welirang (Qaptaw) tersusun oleh komponen lava, scoria, dan pumice. o Aliran Lava Ringgit (Qlri) tersusun oleh lava andesit dengan autobreccia highly fractured (PT LAPI ITB, 2018) o Erupsi Samping (Qes) tersusun oleh lava andesit-basaltik dari Gunung Bulak, Gunung Pundak, dan Gunung Tunggangan dengan mineral penyusun plagioklas, piroksen dan sedikit olivin. Dimodifikasi dari PSDMBP (2010)
  16. o Lava Arjuno (Qlar) tersusun oleh lava basal dengan mineral

    penyusun berupa piroksen, plagioklas, olivin, serta mineral lempung dan sedikit oksida besi o Aliran Piroklastik Arjuno (Qapa) tersusun oleh aliran piroklastik dengan komponen lava basal o Lava Welirang 1 (Qlw1) tersusun oleh lava basal dengan mineral penyusun plagioklas, piroksen, olivin, serta mineral sekunder berupa mineral lempung dan oksida besi o Aliran PiroklastikWelirang (Qapw) tersusun oleh aliran piroklastik dengan jatuhan piroklastik tipis yang memiliki komponen lava andesit-basaltik o Lava Welirang 2 (Qlw2) tersusun oleh lava basal o Lava Kembar 2 I (Qlk2 I) tersusun oleh lava basal dengan mineral penyusun berupa piroksen, plagioklas, dan sedikit olivin Dimodifikasi dari PSDMBP (2010) STRATIGRAFI DAERAH PENELITIAN
  17. o Aliran Piroklastik Kembar 2 I (Qapk2 I) berada pada

    bagian barat daya yang tersusun oleh aliran piroklastik. o Lava Kembar 1 (Qlk) tersusun oleh lava andesit hornblen dengan mineral penyusun berupa plagioklas, hornblen, dan piroksen. o Aliran Piroklastik Kembar 1 (Qapk 1) tersusun oleh lava berukuran lapilli-bom dengan matriks berupa abu vulkanik o Lava Kembar 3 (Qlk3) berada pada bagian tengah daerah penelitian dan volume lava tidak banyak. o Lava Kembar 2 II (Qlk2 II) berada pada bagian tengah yang diduga merupakan produk terakhir dari erupsi pada daerah penelitian. o Debris Arjuno (Qda) berada pada bagian tengah peta o Debris Welirang (Qdw) berada pada bagian timur laut peta Dimodifikasi dari PSDMBP (2010) STRATIGRAFI DAERAH PENELITIAN
  18. Parameter: • Temperatur (Berry dkk., 1980) mata air panas, T

    > 50℃; mata air hangat, T ≤ 50℃; mata air dingin, Tair ≤ Tudara • pH air segar umumnya 6.5-8.5 (WHO, 2011). • TDS mata air dingin segar <100 ppm (WHO, 2011). SIFAT FISIK MATA AIR
  19. HIDROGEOKIMIA FLUIDA • Mengetahui karakteristik kimia fluida pada daerah penelitian

    • Dilakukan beberapa analisis: • Kesetimbangan ion • Klasifikasi fasies air • Klasifikasi Air panas
  20. Mata air Kode Unsur Kimia (mg/L) Ion Balance (IB) Na

    K Ca Mg Cl HCO3 SO4 SiO2 B Fe NH4 Kopkopan ADKKP 8.58 3.8 16.05 4.83 5 78.86 8 65.75 0.12 0.02 0.66 2% Dewi Kunti ADDK 5.55 12.07 5.88 0.78 0.5 44.67 7.5 62.54 0.12 0.03 0.76 0% Pengilen ADPI 3.85 2.14 5.68 0.81 0.5 24.64 7.5 47.86 0.2 0.04 0.67 0% G. Kejen ADGK 10.02 3.72 23.39 8.52 8 79.35 40 76.93 0.2 0.03 0.55 1% Sekutrem ADS 5.44 2.3 5.92 0.89 1 29.82 10 60.46 0.2 0.03 0.5 -4% Sumber Macan ADSM 7.82 3.75 9.85 4.43 2 59.14 10 71.89 0.2 0.02 0.71 2% Pringgodani 2 ADPD2 9.06 3.17 20.6 5.5 5 43.13 60 68.48 0.2 0.03 0.63 -3% Panceng ADP 5.57 3.6 6.21 1.93 0.5 40.97 5 75.25 0.2 0.04 0.75 1% Kopkopan 2 ADKKP2 5.43 0.296 9.39 2.03 0.5 44.16 8 54.23 0.2 0.07 0.81 -1% Ubalan ADU 16.61 5.56 17.94 9.86 8 121.74 10 68.37 6 0.03 0.64 3% Genitri ADG 9 3.25 19.87 6.7 8 68.02 40 78.15 0.2 0.05 0.62 -4% Sumber Gunting ADSG 6.6 2.35 11.9 5.05 10 55.45 5 66.76 0.2 0.04 0.61 2% Padusan 1 APP-1 259.53 61.8 149.5 82.36 282.3 1029.29 203.2 189.75 5.51 0.86 6.36 -3% Padusan 2 APP-2 256.27 56.7 159.6 100.13 282.3 1135.81 182.71 173.28 5.1 1.93 5.24 -3% Coban APCO 188.28 39.5 114.2 77.86 211.72 815.58 160.49 141.4 2.89 1.29 0 -3% Cangar 1 APC-1 108.87 29.5 75.6 67.66 63.52 719.18 77.36 115.3 2.52 0 0.37 -1% Cangar 2 APC-2 77.57 19.86 55.7 32.35 25 454.82 62.55 116.59 2.04 0 0.37 -1% Air Hujan Padusan 0.2 0.3 0.5 0.1 0.9 5.9 0.12 Semua sampel memiliki IB -5% < x < 5% sehingga dianggap layak untuk dianalisis lebih lanjut (Nicholson, 1993) KESETIMBANGAN ION
  21. Terbagi menjadi tiga Fasies: 1. Fasies Ca+Mg, Cl+SO4 Diwakili oleh

    ADPD2, ADG, dan ADGK. Diduga diakibatkan oleh kondensasi gas magmatik. 2. Fasies Ca+Mg, HCO3 Diwakili oleh ADSG, ADPI, ADS, ADKKP1, ADKKP2, ADSM, ADU, ADP, dan APP-1 APP-2, APCo, APC-1 dan 2. 3. Fasies Na+K, HCO3 Diwakili oleh ADDK. Lokasi berada di atas Sesar Bakal diduga menjadi jalur konsentrasi pengayaan potasium. KLASIFIKASI FASIES AIR
  22. KLASIFIKASI AIR PANAS • Hampir semua mata air dingin dan

    panas termasuk ke dalam air bikarbonat. • ADPD2 termasuk ke dalam steam heated waters. • Akibat dari kondensasi gas- gas magmatik
  23. KONTROL GEOLOGI KEMIRINGAN LERENG • Persebaran kemiringan lereng curam lebih

    dominan di bagian utara Gunung Welirang • Daerah ini diduga berperan sebagai run-off aliran air permukaan. • Daerah tinggian dengan kemiringan lereng relatif landai → zona resapan • Daerah rendahan → zona luahan (Peta DEMNAS)
  24. KONTROL GEOLOGI KEMIRINGAN LERENG • Kemiringan lereng yang curam pada

    high-relief system menyebabkan air klorida tidak dapat muncul ke permukaan (Nicholson, 1993) • Hal ini menyebabkan air termal akan mengalir secara lateral ke topografi yang lebih rendah. (Peta DEMNAS)
  25. KONTROL GEOLOGI STRUKTUR GEOLOGI Sesar dan Rekahan • Mata air

    Padusan 1 dan Padusan 2 diduga berasosiasi dengan Sesar Padusan • Mata air Cangar 1 dan Cangar 2 diduga berasosiasi dengan Sesar Cangar • Mata air Coban diduga keluar di zona sesar sehingga diduga memiliki debit air yang lebih rendah. Mataair Panas Lokasi Kode Lokasi Temperatur (℃) pH Debit (L/det) Udara Air Padusan 1 APP-1 22 55 6.3 2 Padusan 2 APP-2 25 50 5.87 2 Coban APCo 22.7 39.4 6.44 0.1 Cangar 1 APC-1 24.1 54.1 5.93 3 Cangar 2 APC-2 22.3 48.3 6 3 (Peta DEMNAS) • Keberadaan manifestasi dekat struktur diduga bahwa struktur memfasilitasi jalur keluarnya fluida termal.
  26. KONTROL GEOLOGI MANIFESTASI PERMUKAAN Solfatara • Keberadaan solfatara di dekat

    kawah ini dapat menjadi sumber sulfur yang kemudian diduga mengalir dan bercampur dengan mata air dingin. (Google Earth) (Peta DEMNAS) Mata air Kode SO4 (mg/L) G. Kejen ADGK 40 Pringgodani 2 ADPD2 60 Genitri ADG 40
  27. KONTROL GEOLOGI Mata air depresi Mata air Rekahan Mata air

    Kontak Mata air Sesar : ADG, ADGK, ADP, ADSG, ADSM, ADPD2,ADU,ADS : ADKKP, ADKKP2, APCo : ADPi : ADDK, APP-1, app-2, APC-1, APC-2
  28. KONTROL GEOLOGI AKUIFER (Peta DEMNAS) • Lava yang berumur relatif

    baru (Tersier Akhir – Kuarter) dapat memiliki sistem akuifer yang cukup banyak (Mandel dan Shiftan, 1981) • Batuan dengan kandungan silika relatif basa (<66%) umumnya merupakan akuifer yang lebih baik daripada batuan beku dengan kandungan silika asam. (Mandel dan Shiftan, 1981)
  29. Peta Pola Hidrologi • Menggambarkan hubungan antara pola hidrologi dengan

    kontrol geologinya • Penarikan batas sistem panas bumi dilakukan berdasarkan analisis volkanostratigrafi dan hidrogeokimia
  30. 1. Aktivitas konvergensi antara Lempeng Indo-Australia dengan Lempeng Eurasia terjadi

    sejakTersier Awal (Setidjadji, 2010) 2. Awal aktivitas volkanik Zaman Kenozoik berawal pada EosenTengah (45 juta tahun lalu) • Terbentuk Cekungan Kendeng dengan isi cekungan berupa endapan turbidit volkaniklastik dan pelagic mudstone (Untung dan Sato, 1978; dalam Smyth dkk., 2008) (Smyth dkk., 2008) 3. Aktivitas volkanik menurun sejenak pada Miosen Tengah dan meningkat kembali pada akhir Miosen Tengah (10 juta tahun lalu) (Macpherson dan Hall, 2002; dalam Smyth dkk., 2008) • Diakibatkan adanya pergerakan subduction hinge ke arah Utara (Macpherson (1999) dan Hall (2002); dalam Smyth dkk., 2008). Terbentuk busur volkanik baru 50 km di sebelah Utara Busur Pegunungan Selatan.
  31. 4. Terjadi erupsi samping berupa Lava Ringgit yang berumur PlistosenTengah-Akhir

    (disetarakan dengan Qpvr dalam Santosa dan Suwarti, 1992) 5. Selanjutnya, terjadi erupsi samping dalam bentuk Gunung Pundak, Bulak, dan Tunggangan yang diikuti oleh erupsi besar Gunung Arjuno-Welirang yang menghasilkan ring fracture pada Gunung Arjuno. 6. Erupsi besar tersebut menghasilkan kekosongan yang menjadi jalur terbentuknya produk vulkanik Arjuno- Welirang Muda yang berumur Plistosen Akhir (disetarakan dengan Qvaw dalam Santosa dan Suwarti, 1992) 7. Produk ini juga didukung oleh perkembangan Sesar Dekstral Padusan yang berarah NW-SE. Aktivitas erupsi dilanjutkan dengan terbentuknya rangkaian Gunung Kembar 1, 2, dan 3. 8. Sesar-sesar yang berkembang pada daerah ini menjadi jalur keluarnya fluida termal seperti mata air Panas Cangar 1, Cangar 2, Coban, Padusan 1, dan Padusan 2.
  32. 1. Berdasarkan penelitian ini, kondisi geologi utama yang mengontrol pola

    hidrologi adalah gunung api aktif tipe strato dengan kerucut komposit. Kondisi ini menyebabkan elemen hidrologi seperti daerah resapan berada pada daerah tinggian dengan kemiringan lereng yang relatif landai sedangkan daerah luahan berada pada daerah rendahan. Pengontrol manifestasi termal adalah kemiringan lereng curam dan struktur geologi sebagai jalur keluarnya fluida panas. Jenis akuifer adalah akuifer air tanah langka hingga akuifer produktivitas sedang setempat dengan litologi berupa basal hingga andesit. Pelamparan area sistem geotermal berada pada Khuluk Welirang sehingga apabila terdapat upaya konservasi air, disarankan dilakukan pada daerah tinggian yang akan berperan sebagai zona resapan air tanah dangkal. 2. Pada bagian utara GunungWelirang, di mana kemiringan lereng lebih curam yang berkisar antara (16°-55°) dibandingkan dengan sisi lainnya, menyebabkan limpasan air meteorik lebih cepat. Hal ini mengakibatkan lebih sedikitnya waktu retensi untuk air di permukaan tanah dan secara signifikan mengurangi potensi resapan air tanah. Daerah ini lebih berperan sebagai daerah run-off. 3. Kemunculan mata air dingin di utara sebagian besar dikontrol oleh perubahan kemiringan lereng (mata air depresi), sementara mata air dingin lainnya diduga dikontrol oleh sesar (mata air sesar dan mata air rekahan) karena secara spasial berada di dekat sesar terduga. 4. Batuan pada daerah penelitian didominasi oleh lava basal dengan kandungan silika (45%-52%) hingga andesit dengan kandungan silika (52%-66%) sehingga masih dapat menjadi akuifer yang baik hingga cukup baik. KESIMPULAN
  33. 5. Daerah resapan air meteorik dangkal umumnya berada pada topografi

    yang lebih tinggi dari sekitarnya dan pada kemiringan lereng yang relatif landai, yaitu pada sebagian puncak Gunung Arjuno, sebagian puncak GunungWelirang, sebagian puncak Gunung Kembar 1, Gunung Kembar 2, Gunung Kembar 3, kawah Gunung Ringgit, sebagian puncak Gunung Pundak, sebagian puncak Gunung Bulak, daerah longsoran Arjuno serta, barat daya Gunung Welirang. 6. Daerah luahan air meteorik dangkal umumnya berada pada topografi rendahan, yaitu pada satuan geomorfologi Dataran Piroklastik Welirang yang berada di bagian utara hingga timur laut GunungWelirang yang ditunjukkan oleh kemunculan mata air dingin Ubalan, Sumber Macan, dan Sumber Gunting. Selanjutnya, pada satuan Dataran Zona Sesar Cangar yang berada di sebelah barat yang ditunjukkan oleh keberadaan mata air panas Coban. Kemudian, pada satuan Dataran Piroklastik Kembar I yang ditunjukkan oleh keberadaan mata air panas Cangar 1 dan Cangar 2. 7. Pola hidrologi mata air panas dikontrol oleh kemiringan lereng dan struktur geologi seperti sesar dan rekahan. Curamnya sudut kemiringan pada sistem high-relief menyebabkan air klorida tidak mampu untuk naik ke permukaan yang menyebabkan fluida tersebut mengalir secara lateral dan terdilusi dengan air tanah selama perjalanan menuju topografi yang lebih rendah. Struktur geologi sesar dan rekahan diduga menjadi jalur keluarnya manifestasi air panas ke permukaan. 8. Peningkatan nilai TDS, SO4 dan Cl pada mata air dingin Pringgodani 2, G. Kejen, Genitri, dan Kopkopan diduga diakibatkan oleh adanya pengaruh aliran fluida termal. 9. Batas area pelamparan sistem panas bumi diduga berada di dalam Khuluk Welirang. KESIMPULAN
  34. Apriani, L., Satriana, J., Chalik, C. A., Mulyana, R. S.,

    Hafidz, M., dan Suryantini (2017): Topographic map analysis to determine Arjuno-Welirang volcanostratigraphy and implication for geothermal exploration, IOP Conference Series: Earth and Environmental Science, 103, 012018. https://doi.org/10.1088/1755-1315/103/1/012018 Brahmantyo, B., dan Salim, B. (2006): Klasifikasi Bentuk Muka Bumi (Landform) untuk Pemetaan Geomorfologi pada Skala 1:25.000 dan Aplikasinya untuk Penataan Ruang (preprint), INA-Rxiv. https://doi.org/10.31227/osf.io/8ah6v Bronto, S., Sianipar, J. Y., dan Pratopo, A. K. (2016): Volcanostratigraphy for supporting geothermal exploration, IOP Conference Series: Earth and Environmental Science, 42, 012014. https://doi.org/10.1088/1755- 1315/42/1/012014 Choiriah, S. U., Prasetyadi, C., Kapid, R., dan Yudiantoro, D. F. (2018): Diversity model of Pliocene-Pleistocene nannofossil of Kendeng Zone, IOP Conference Series: Earth and Environmental Science, 212, 012038. https://doi.org/10.1088/1755-1315/212/1/012038 Eberts, S. M. dan George, L. L. (2000): Regional ground-water flow and geochemistry in the midwestern basins and arches aquifer system in parts of Indiana, Ohio, Michigan and Illinois. U.S. Geological Survey Professional Paper 1423-C. Fetter, C. W. (2014): Applied hydrogeology (Pearson custom library, Fourth edition, new international edition), Pearson Education, Harlow, Essex, 612. Hall, R. (2002): Cenozoic geological and plate tectonic evolution of SE Asia and the SW Pacific: Computer-based reconstructions, model and animations, Journal of Asian Earth Sciences, 20, 353–431. https://doi.org/10.1016/S1367-9120(01)00069-4 Huggett, R. J. (2011): Fundamentals of geomorphology (Routledge fundamentals of physical geography series, 3. ed), Routledge, London, 516. Lehr, J. H., Keeley, J. W., Lehr, J. K., dan Kingery, T. B. (Ed.) (2005): Water encyclopedia, John Wiley & Sons, Hoboken, N.J, 5. Martadiastuti, V., Harijoko, A., Warmada, I. W., dan Yonezu, K. (2018): Hydrogeochemical Characterization of GeothermalWater in Arjuno-Welirang, East Java, Indonesia, Journal of Applied Geology, 2(2), 48. https://doi.org/10.22146/jag.39979 Minns, S. A. (1993): Conceptual Model of Local and Regional Groundwater Flow in The Eastern Kentucky Coal Field, Kentucky Geological Survey. Moody, J. D., dan Hill, M. J. (1956): Wrench Fault Tectonics, Bulletin of the Geological Society of America, v. 67, pp. 1207-1246 Nicholson, K. (1993): Geothermal Fluids, Springer Berlin Heidelberg, Berlin, Heidelberg. https://doi.org/10.1007/978-3-642-77844-5 Martodjojo, S., dan Djuhaeni (1996): Sandi Stratigrafi Indonesia Edisi 1996, 34. Jakarta: Ikatan Ahli Geologi Indonesia Qu, S. (2019): Characteristics and Geological Significance of Strike-slip Faults, IOP Conference Series: Earth and Environmental Science, 384, 012162. https://doi.org/10.1088/1755-1315/384/1/012162 Rajaveni, S. P., Brindha, K., dan Elango, L. (2017): Geological and geomorphological controls on groundwater occurrence in a hard rock region, Applied Water Science, 7(3), 1377–1389. https://doi.org/10.1007/s13201- 015-0327-6 Setijadji, L. D. (2010): Segmented Volcanic Arc and its Association with Geothermal Fields in Java Island, Indonesia, 12. Smyth, H. R., Hall, R., dan Nichols, G. J. (2008): Cenozoic volcanic arc history of East Java, Indonesia: The stratigraphic record of eruptions on an active continental margin, 199–222 dalam Special Paper 436: Formation and Applications of the Sedimentary Record in Arc Collision Zones, Geological Society of America. https://doi.org/10.1130/2008.2436(10) van Bemmelen, R. W. (1949): The Geology of Indonesia Vol. 1A, General Geology of Indonesia and Adjacent Archipelagoes. Government Printing Office, The Hague. van Zuidam, R. (1985): Guide to Geomorphic Aerial Photographic Interpretation and Mapping, International Institute of Aerospace Survey and Earth Science, The Hague